Wednesday, 19 August 2015

makalah Manajemen pendidikan (sekolah)

MAKALAH PENGERTIAN MANAJEMEN SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manajemen sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang didapat, oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu sistem, artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya terdapat komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa, masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga pendidikan adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Manajemen Sekolah?
2.      Bagaimana Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah?
3.      Apa itu Manager Sekolah?
4.      Bagaimana Kepemimpinan Kepala Sekolah?
5.      Bagaaimana Cara Mengkomunikasikan Visi Sekolah?
6.      Bagaimana Cara Memberdayakan dan Pemberdayaan Guru?
7.      Bagaimana Cara Membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPP) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manajemen Sekolah
Menurut Stoner Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku manajamen sekolah sebenarnya merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan. Ketika istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen pendidikan, begitu seterusnya.
Sedangkan menurut  James Jr. manajemen sekolah adalah proses pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara efektif. Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan pendidikan, dengan melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun yang bersifat non manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah manajemen pendidikan dan manajemen sekolah mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Keduanya susah untuk dibedakan karena sering dipakai secara bergantian dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi bidang manajemen pendidikan adalah juga merupakan bidang manajemen sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh melalui fungsi-fungsi yang sama, yang diturunkan dari teori administrasi dan manajemen pada umumnya.
B.     Manajemen dan Kepemiminan Sekolah
Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efesien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.[1]
Sebagaimana disepakati oleh para praktisi pendidikan bahwa pendidikan bisa berjalan karena dibangun oleh beberapa komponen dasar seperti: guru, siswa, kurikulum, bangunan, fisik, media pembelajaran dan sebagainya. Namun dari kesemua yang dianggap mendasar itu, faktor komponen manusia yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan faktor yang paling menentukan.[2]
Sebuah lembaga pendidikan yang dijalankan secara profesional tentunya memiliki sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya tersebut berupa kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan. Dalam menentukan arah serta kebijakan sekolah tentunya fungsi kepala sekolah menjadi sangat urgen. Berhasil tidaknya sekolah dalam mencapai tujuannya tergantung visi kepala sekolah, karena kendali pengelolaan sekolah berada di tangannya. Kepala sekolah adalah the leader di sekolahnya.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan mengarahkan kegiatan orang, sedangkan “memanage” terkait dengan kegiatan mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Mengingat beratnya proses pengelolaan pendidikan di sekolah, maka kepala sekolah sebagai pemimpin harus memahami seni memimpin. Dalam kata lain kepala sekolah harus menjadi manajer-leader di sekolah yang mengerti serta menerapakan manajemen kepemimpinan.
KH. Toto tasmara dalam buku Spiritual Centered Leadership memberikan gambaran tentang perbedaan antara manajer dan leader. “Manajer bagaikan seorang yang mengendarai kendaraan. Dia harus terampil dan meyakinkan bahwa kendaraannya berada dalam kondisi yang baik untuk menempuh perjalanan. Sedangkan kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan menentukan arah dan memastikan bahwa kendaraan berada dalam jalan yang sesuai dengan peta yang ditetapkan.Manajer bekerja sesuai dengan sistem, sedangkan kepemimpinan memperbaiki sistem serta membuat arah, tujuan, dan segala hal yang berkaitan dengan esensi dan substansi. Manajer berbicara tentang apa yang harus dikerjakan, kepemimpinan berbicara tentang mengapa dan apa akibatnya bila hal tersebut harus dikerjakan.”[3]
Para peneliti biasanya mendefenisikan “kepemimpinan” menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi para pakar yang bersangkutan. Bahkan Stogdil membuat kesimpulan, bahwa: There are almost as many definitions of leadership as there are persons who have attempted to define the concept.[4]
Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.[5]
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
Dalam pelaksanaan manajemen diperlukan adanya teknik. Teknik-teknik manajemen kepemimpinan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.      Teknik Manajemen Konvensional
Teknik manajemen konvensional banyak menekankan pada aspek mekanisasi dan dekat dengan hubungan kemanusiaan.
2.      Management by personality
Teknik ini dilaksanakan dengan diwarnai oleh pengakuan akan kewibawaan seseorang mengelola organisasi.
3.      Management by reward
Teknik ini memunculkan dorongan kerja dengan motivasi ekstrinsik. Orang dianggap mau bekerja apabila diberi hadiah-hadiah atau pujian.
4.      Teknik Manajemen Modern
Pada zaman sekarang, falsafah dasar demokrasi sudah berkembang dan kemudian muncul upaya baru dalam memanajemen proses pendidikan.
5.      Management by delegation
Teknik ini dilaksanakan dengan memberikan kepercayaan dan pengakuan atas prestasi dan kemampuan anggota.
6.      Management by system
Teknik ini dilaksanakan dengan melihat komponen-komponen yang ada dalam organisasi pendidikan sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya, sekolah.
C.    Manajer Sekolah
Sebagai seorang manajer, kepala sekolah harus mengatur sekolahnya sesuai dengan prinsip-prinsip umum manajemen. Menurut Henry Fayol, prinsip tersebut terdiri dari:
1.      Pembagian kerja/tugas. Ketika akan melaksanakan pembagian kerja, kepala sekolah terlebih dahulu harus memetakan tugas dan sumber daya yang akan melaksanakan tugas tersebut. Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif. Kepala sekolah harus mengikuti prinsip the right man in the right place and in the right time. Pembagian kerja harus rasional/objektif, bukan emosional subjektif yang didasarkan atas dasar like and dislike. Dengan adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja.[6]
2.      Wewenang dan tanggung jawab. Selain melakukan pembagian kerja, sebagai manajer kepala sekolah harus memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahannya. Wewenang merupakan senjata bagi orang yang diberikan tugas untuk melaksankan tugasnya dengan semaksimal mungkin sedangkan tanggung jawab adalah pekerjaan yang harus diselesaikan.
3.      Aturan dan Disiplin. Aturan adalah tata cara bekerja yang disetujui bersama dan harus dilaksanakan oleh semua komponen yang berada di dalam lingkungan tersebut. Agar suasana kerja di sekolah tertib dan teratur maka harus disusun peraturan. Disiplin adalah prilaku yang taat peraturan. Kepala sekolah perlu membudayakan disiplin di lingkungan sekolah agar seluruh komponen bisa mengikuti. Disiplin merupakan faktor utama dari keberhasilan sebuah instansi.
4.      Kesatuan perintah dan pengarahan. Pemahan terhadap kesatuan perintah dan pengarahan sangat penting dimiliki oleh seluruh komponen sekolah. Dalam melaksanakan tugasnya, bawahan harus memperhatikan kepada siapa dia bertanggung jawab oleh karenanya dia harus mendengarkan perintah juga arahannya.
5.      Penggajian. Kepala sekolah harus peka terhadap kebutuhan bawahannya. Sistem penggajian merupakan nyawa bagi sekolah yang kaitannya dengan semangat kerja.
Selain lima hal diatas sebagai manajer kepala sekolah juga harus memahami serta melaksanakan definisi manajemen, sebagaimana dijelaskan oleh Ricky W. Griffin, manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.[7]
D.    Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.”
Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan program pendidikan di sekolah. Menurut Pidarta (1990), kepala sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam mengadakan perubahan. Sehingga kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri. Pidarta (1997) menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan administrator pendidikan
1.    Manajer Sekolah
Tugas manajer pendidikan adalah merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang terbaik, mengorganisasi dan mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih berserakan agar menyatu dalam melaksanakan pendidikan, dan mengadakan kontrol terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kepala Sekolah memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan, karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut untuk mampu : (1) mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4) menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan operasional, (5) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas pendidikan, (6) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan pendidikan dan hasilnya.
2.    Pemimpin Sekolah
Menurut Lipoto (1988) peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai: (1) figurehead (symbol); (2) leader (memimpin; (3) liason (antara); (4) monitor memonitor; (5) disseminator (menyebarkan) informasi; (6) spokesmen (juru bicara); (7) entrepreneur ( wiraswasta); (8) Disturbance handler ( menangani gangguan); (9) Resource allocator e (pengumpul dana); (j) negotiator ( perunding).
3.    Administrator Sekolah
Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai tugas-tugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum, kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi kepala sekolah harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2) pengelolaan kepegawaian; (3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan sarana dan prasarana; (5) pengelolaan keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.
4.    Supervisor Sekolah
Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Sahertian (2000), supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas.
Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang pada akhirnya perkembangan siswa.
Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah merupakan penyelenggara pendidikan yang juga, yaitu : (1) menjadi manajer lembaga pendidikan, (2) menjadi pemimpin, (3) sebagai penggerak lembaga pendidikan, (4) sebagai supervisor atau pengawas, (5) sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar yang kondusif. Sesuai dengan peran dan tugas-tugas di atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan manajemen sekolah yang efektif. Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen pendidikan ditentukan oleh profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai manajer terdepan kepala sekolah merupakan figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai memimpin kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan wewenang.
E.     Mengkomunikasikan Visi Sekolah
Penerapan konsep manajemen strategis di sekolah menuntut setiap sekolah untuk dapat menetapkan dan mewujudkan visi yang hendak dicapai dari sekolah tersebut secara eksplisit. Namun, sayangnya upaya perumusan visi yang terjadi di sekolah-sekolah kita saat ini terkesan masih latah (stereotype) dan sekedar pengulangan dari nilai dan prioritas nasional. Dari beberapa sekolah yang pernah penulis amati, pada umumnya perumusan visi sekolah cenderung menggunakan rumusan dua kata yang hampir sama yaitu “prestasi” dan “iman-taqwa”, Memang bukahlah hal yang keliru jika sekolah hendak mengusung visi sekolah dengan merujuk pada kedua nilai tersebut. Tetapi jika perumusannya menjadi seragam, kurang spesifik serta kurang inspirasional mungkin masih patut untuk dipertanyakan kembali.
Boleh jadi, hal ini mengindikasikan adanya kesulitan tersendiri dari sekolah (pemimpin dan warga sekolah sekolah yang bersangkutan) untuk merumuskan visi yang paling tepat bagi sekolahnya, baik kesulitan yang terkait tentang pengertian dasar dari visi itu sendiri maupun kesulitan dalam mengidentifikasi dan merefleksi nilai-nilai utama yang hendak dikembangkan di sekolah.
Dalam perspektif manajemen, visi sekolah memiliki arti penting terutama berkaitan dengan keberlanjutan (sustainability) organisasi sekolah itu sendiri, Tanpa visi, organisasi dan orang-orang di dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke masa depan dan tidak memiliki komitmen (Foreman, 1998).
Saat ini tidak sedikit sekolah yang berjalan secara stagnan dan bahkan terpaksa harus gulung tikar, hal ini sangat mungkin dikarenakan tidak memiliki visi yang jelas alias asal-asalan atau setidaknya tidak berusaha fokus dan konsisten terhadap visi yang dicita-citakannya.
Visi bukanlah sekedar slogan berupa kata-kata tanpa makna bahkan bukan sekedar sebuah gambaran kongkrit yang diberikan oleh pimpinan sekolah, melainkan sebuah rumusan yang dapat memberikan klarifikasi dan artikulasi seperangkat nilai (Hopkins, 1996). Menurut Block (1987), visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang diinginkan dan merupakan sebuah ekspresi optimisme dalam organisasi. Bennis and Nanus (1985) mengartikan visi sebagai pandangan masa depan yang realistis, kredibel, dan menarik, yang didalamnya tergambarkan cara-cara yang lebih baik dari cara yang sudah ada sebelumnya.
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, tampak bahwa untuk menetapkan visi sekolah kiranya tidak bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi terlebih dahulu diperlukan pengkajian yang mendalam. Perumusan visi yang tepat harus dapat memberikan inspirasi dan memotivasi bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk bekerja dengan penuh semangat dan antusias. Menurut Blum dan Butler (1989) visi sangat identik dengan perbaikan sekolah.
Visi merupakan ciri khas peran kepemimpinan dan upaya untuk pembentukan visi sekolah sangat bergantung pada pemimpin sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini pemimpin sekolah dituntut untuk dapat mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengkomunikasikan nilai-nilai utama yang terkandung dalam visi sekolah kepada seluruh warga sekolah, agar dapat diyakini bersama dan diwujudkan dalam segala aktivitas keseharian di sekolah sehingga pada gilirannya dapat membentuk sebuah budaya sekolah.
Kendati demikian, dalam pembentukan visi sekolah tidak bisa dilakukan secara “top-down” yang bersifat memaksa warga sekolah untuk menerima gagasan dari pemimpinnya (kepala sekolah) yang hanya membuat orang atau anggota membencinya dan merasa enggan untuk berpartisipasi di dalamnya. Foreman (1998) mengingatkan bahwa visi tidak bisa dipaksakan dan dimandatkan dari atas. Pembuatan visi adalah tentang keterlibatan kepentingan dan aspirasi pihak lain.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan upaya pembentukan visi ini, Beare et.al. (1993) menawarkan beberapa pedoman dalam pembentukan visi, yaitu:
·         Visi seorang pemimpin sekolah mencakup gambaran tentang masa depan sekolah yang diinginkan.
·         Visi akan membentuk pandangan pemimpin sekolah tentang apa yang menyebabkan keutamaan atau keunggulan sekolah.
·         Visi seorang pemimpin sekolah juga mencakup gambaran masa depan sekolah yang diinginkan di mata sekolah lain dan masyarakat secara umum.
·         Visi seorang pemimpin juga mencakup gambaran proses perubahan yang diinginkan berdasarkan masa depan terbaik yang hendak dicapai.
Masing-masing aspek visi pendidikan dalam sekolah merefleksikan asumsi-asumsi, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda tentang (a) watak dan sifat manusia; (b) tujuan pendidikan dalam sekolah; (c) peran pemerintah, keluarga, masyarakat terhadap pendidikan dalam sekolah; (d) pendekatan-pendekatan dalam pengajaran dan pembelajaran; dan (e) pendekatan-pendekatan terhadap manajemen perubahan.
Dengan demikian, akan terbentuk visi pendidikan dalam sekolah yang kompetitif dan merefleksikan banyak hal yang mencakup perbedaan-perbedaan asumsi, nilai dan keyakinan.
F.     Pemberdayaan dan Memberdayakan Guru
Andi Kirana (1997) mengatakan bahwa kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat berhasil. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih banyak orang keluar “kotak organisasi” dan harus mendorong setiap orang untuk berani mengemukakan pendapat.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999) pemberdayaan staf adalah pemberian wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan. Pemberian wewenang oleh manajemen kepada staf dilandasi oleh keberdayaan staf. Pemberdayaan bersifat mendukung budaya dan tidak menyalahkan. Kesalahan dianggap kesempatan untuk belajar (Mc Kenna & Beech, 2000).
Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997) harus didukung oleh sejumlah etika yang konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika tersebut memberikan contoh bagi yang lain. Etika dari pemimpin yang memberdayakan adalah menghormati orang dan menghargai kekuatan dan kontribusi mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur, bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan yang lain, mengakui nilai pertumbuhan dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasaan pelanggan, berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Nilai-nilai etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999), untuk mewujudkan suatu pemberdayaan dalam organisasi, seorang pemimpin harus memahami tiga keyakinan dasar berikut ini :
1.   Subsidiarity. Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain, mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil. Kenyataannya, di masa lalu organisasi lebih banyak dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah terjadi. Dalam jargon lama organisasi, pengambilalihan tanggung jawab bawahan oleh atasan merupakan hal yang normal terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan bahwa suatu organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan.
  1. Staf pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal, dan kadang-kadang orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki kecenderungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa “sepanjang masa, hampir setiap orang , hampir selalu, akan menggunakan kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-nilai kebaikan.” Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Atasan melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
  2. Trust-based relationship
Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh manajemen kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara manajemen dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut Stewart (1998) mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan pemimpin dalam mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni: meningkatkan kemampuan staf/bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-tugas mereka, konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing (mentoring) bawahan, dan mendukung (supporting). Namun apapun cara yang ditempuh oleh pemimpin dalam memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve Macaulay (1997), kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat dimensi, yaitu visi, realita, orang (manusia), dan keberanian.
G.    Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari salah satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting, yang harus dimiliki sekolah untuk dijadikan sebagai panduan dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah, baik untuk jangka panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu tahun).
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) memiliki fungsi amat penting guna memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah dalam rangka pencapaian tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
Standar Nasional Pendidikan ( standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian pendidikan) merupakan substansi penting dalam sistem pengelolaan sekolah yang harus direncanakan sebaik-baiknya dan diakomodir dalam penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah.
1.      Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). RPS penting dimiliki untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka menuju perubahan atau tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
2.      Arti Perencanaan Sekolah/RPS. Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia. RPS adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.
3.      Tujuan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).  RPS disusun dengan tujuan untuk: (1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu
4.      Sistem Perencanaan Sekolah (SPS). Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-hasilkan rencana-rencana sekolah (RPS) dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan masyarakat (diwakili oleh komite sekolah).
5.      Tahap-tahap Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), mencakup: (a) Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah; (b) Melakukan analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini (IPS); (c) Memformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang; (d) Mencari kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana strategis; (f) Menyusun rencana tahunan;  (g) Melaksanakan rencana tahunan; dan (h) Memonitor dan mengevaluasi
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manajemen didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan tertentu melalui cara menggerakkan orang lain. Manajemen merupakan suatu proses dimana sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu dengan yang lainnya lalu diintegerasikan menjadi suatu sistem menyeluruh untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen dan kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi keduanya memiliki hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan mengarahkan kegiatan orang, sedangkan “memanage” terkait dengan kegiatan mengatur orang. Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi tugas, membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah tugas yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam.
Gary A. Yukl, Leadership In Organizations, 1981, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N. J. 07632.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. 2009.
KH. Toto Tasmara, Spiritual.
Nizar Ali, Ibi Syatibi, Manajemen Pendidikan Islam.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Manajemen Sekolah Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press. 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen diakses pada Senin 30 September 2013.
Ikhlasiyah, Ifa. 2012. Hakekat Manajemen -Sekolah. http://ifaikhlass.blogspot.com/2012/03/hakikat-manajemen-sekolah.html. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013


[1] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hal. 47.
[2] Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam, hal. 5.
[3] KH. Toto Tasmara, Spiritual, hal. 171-172.
[4] Gary A. Yukl, Leadership In Organizations, 1981, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N. J. 07632 hlm. 2-5.
[5] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 17.
[6] Prof. Dr. Nizar Ali, Ibi Syatibi, Manajemen Pendidikan Islam, hal. 76.
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen diakses pada Senin 30 September 2013