MAKALAH PENGERTIAN MANAJEMEN SEKOLAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen sekolah
merupakan faktor yang paling penting dalam menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi yang didapat,
oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus menggunakan suatu sistem,
artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang di dalamnya terdapat
komponen-komponen terkait seperti guru-guru, staff TU, orang tua siswa,
masyarakat, pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang
dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan.
Tantangan lembaga
pendidikan adalah mengejar ketertinggalan artinya kompetisi dalam meraih
prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian Manajemen Sekolah?
2. Bagaimana
Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah?
3. Apa
itu Manager Sekolah?
4. Bagaimana
Kepemimpinan Kepala Sekolah?
5. Bagaaimana
Cara Mengkomunikasikan Visi Sekolah?
6. Bagaimana
Cara Memberdayakan dan Pemberdayaan Guru?
7. Bagaimana
Cara Membuat Rencana Pengembangan Sekolah (RPP) ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manajemen Sekolah
Menurut Stoner
Manajemen secara umum yang dikutip oleh T. Hani Handoko (1995) manajemen adalah
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha
para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan dalam konteks
sekolah yaitu Manajemen sekolah menurut buku manajamen sekolah sebenarnya
merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan. Ketika istilah
manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi manajemen
pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen pendidikan, begitu
seterusnya.
Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses
pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah secara
efektif. Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga manajemen pendidikan.
Menurut Ali Imron
manajemen pendidikan adalah proses penataan kelembagaan pendidikan, dengan
melibatkan sumber potensial baik yang bersifat manusia maupun yang bersifat non
manusia guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Pada hakekatnya istilah
manajemen pendidikan dan manajemen sekolah mempunyai pengertian dan maksud yang
sama. Keduanya susah untuk dibedakan karena sering dipakai secara bergantian
dalam pengertian yang sama. Apa yang menjadi bidang manajemen pendidikan adalah
juga merupakan bidang manajemen sekolah. Demikian pula proses kerjanya ditempuh
melalui fungsi-fungsi yang sama, yang diturunkan dari teori administrasi dan
manajemen pada umumnya.
B. Manajemen dan Kepemiminan Sekolah
Sebagai
lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan
efesien dari dan oleh serta untuk masyarakat, merupakan perangkat yang
berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam mendidik warga
negara. Sekolah dikelola secara formal, hierarkis dan kronologis yang berhaluan
pada falsafah dan tujuan pendidikan nasional.[1]
Sebagaimana disepakati
oleh para praktisi pendidikan bahwa pendidikan bisa berjalan karena dibangun
oleh beberapa komponen dasar seperti: guru, siswa, kurikulum, bangunan, fisik,
media pembelajaran dan sebagainya. Namun dari kesemua yang dianggap mendasar
itu, faktor komponen manusia yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan
merupakan faktor yang paling menentukan.[2]
Sebuah lembaga
pendidikan yang dijalankan secara profesional tentunya memiliki sumber daya
manusia yang memadai. Sumber daya tersebut berupa kepala sekolah, guru dan
tenaga kependidikan. Dalam menentukan arah serta kebijakan sekolah tentunya
fungsi kepala sekolah menjadi sangat urgen. Berhasil tidaknya sekolah dalam
mencapai tujuannya tergantung visi kepala sekolah, karena kendali pengelolaan
sekolah berada di tangannya. Kepala sekolah adalah the leader di sekolahnya.
Manajemen dan
kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi keduanya memiliki
hubungan yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan mengarahkan
kegiatan orang, sedangkan “memanage” terkait dengan kegiatan mengatur orang.
Mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi tugas,
membagi-bagi, mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah tugas
yang diberikan. Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk
dilakukan karena mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan
adanya manajemen yang efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
Mengingat beratnya
proses pengelolaan pendidikan di sekolah, maka kepala sekolah sebagai pemimpin
harus memahami seni memimpin. Dalam kata lain kepala sekolah harus menjadi
manajer-leader di sekolah yang mengerti serta menerapakan manajemen
kepemimpinan.
KH. Toto tasmara dalam
buku Spiritual Centered Leadership memberikan gambaran tentang perbedaan antara
manajer dan leader. “Manajer bagaikan seorang yang mengendarai kendaraan. Dia
harus terampil dan meyakinkan bahwa kendaraannya berada dalam kondisi yang baik
untuk menempuh perjalanan. Sedangkan kepemimpinan berhubungan dengan kemampuan
menentukan arah dan memastikan bahwa kendaraan berada dalam jalan yang sesuai
dengan peta yang ditetapkan.Manajer bekerja sesuai dengan sistem, sedangkan
kepemimpinan memperbaiki sistem serta membuat arah, tujuan, dan segala hal yang
berkaitan dengan esensi dan substansi. Manajer berbicara tentang apa yang harus
dikerjakan, kepemimpinan berbicara tentang mengapa dan apa akibatnya bila hal
tersebut harus dikerjakan.”[3]
Para peneliti biasanya
mendefenisikan “kepemimpinan” menurut pandangan pribadi mereka, serta
aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi para pakar yang
bersangkutan. Bahkan Stogdil membuat kesimpulan, bahwa: There are almost as many definitions of leadership as there are persons
who have attempted to define the concept.[4]
Kepemimpinan
diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap
orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari
satu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi
pengaruh.[5]
Kepemimpinan
pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing,
mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan
pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar
kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif di dalam pencapaian
tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.
Dalam
pelaksanaan manajemen diperlukan adanya teknik. Teknik-teknik manajemen
kepemimpinan pendidikan di sekolah, yaitu:
1.
Teknik Manajemen Konvensional
Teknik
manajemen konvensional banyak menekankan pada aspek mekanisasi dan dekat dengan
hubungan kemanusiaan.
2.
Management by personality
Teknik
ini dilaksanakan dengan diwarnai oleh pengakuan akan kewibawaan seseorang
mengelola organisasi.
3.
Management by reward
Teknik
ini memunculkan dorongan kerja dengan motivasi ekstrinsik. Orang dianggap mau
bekerja apabila diberi hadiah-hadiah atau pujian.
4.
Teknik Manajemen Modern
Pada
zaman sekarang, falsafah dasar demokrasi sudah berkembang dan kemudian muncul
upaya baru dalam memanajemen proses pendidikan.
5.
Management by delegation
Teknik
ini dilaksanakan dengan memberikan kepercayaan dan pengakuan atas prestasi dan
kemampuan anggota.
6.
Management by system
Teknik
ini dilaksanakan dengan melihat komponen-komponen yang ada dalam organisasi
pendidikan sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya, sekolah.
C. Manajer Sekolah
Sebagai seorang
manajer, kepala sekolah harus mengatur sekolahnya sesuai dengan prinsip-prinsip
umum manajemen. Menurut Henry Fayol, prinsip tersebut terdiri dari:
1.
Pembagian kerja/tugas. Ketika akan
melaksanakan pembagian kerja, kepala sekolah terlebih dahulu harus memetakan
tugas dan sumber daya yang akan melaksanakan tugas tersebut. Pembagian kerja
harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja
berjalan efektif. Kepala sekolah harus mengikuti prinsip the right man in the
right place and in the right time. Pembagian kerja harus rasional/objektif,
bukan emosional subjektif yang didasarkan atas dasar like and dislike. Dengan
adanya prinsip the right man in the right place akan memberikan jaminan
terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja.[6]
2.
Wewenang dan tanggung jawab. Selain
melakukan pembagian kerja, sebagai manajer kepala sekolah harus memberikan
wewenang dan tanggung jawab kepada bawahannya. Wewenang merupakan senjata bagi
orang yang diberikan tugas untuk melaksankan tugasnya dengan semaksimal mungkin
sedangkan tanggung jawab adalah pekerjaan yang harus diselesaikan.
3.
Aturan dan Disiplin. Aturan adalah tata
cara bekerja yang disetujui bersama dan harus dilaksanakan oleh semua komponen
yang berada di dalam lingkungan tersebut. Agar suasana kerja di sekolah tertib
dan teratur maka harus disusun peraturan. Disiplin adalah prilaku yang taat
peraturan. Kepala sekolah perlu membudayakan disiplin di lingkungan sekolah
agar seluruh komponen bisa mengikuti. Disiplin merupakan faktor utama dari keberhasilan
sebuah instansi.
4.
Kesatuan perintah dan pengarahan. Pemahan
terhadap kesatuan perintah dan pengarahan sangat penting dimiliki oleh seluruh
komponen sekolah. Dalam melaksanakan tugasnya, bawahan harus memperhatikan
kepada siapa dia bertanggung jawab oleh karenanya dia harus mendengarkan
perintah juga arahannya.
5.
Penggajian. Kepala sekolah harus peka
terhadap kebutuhan bawahannya. Sistem penggajian merupakan nyawa bagi sekolah
yang kaitannya dengan semangat kerja.
Selain lima hal diatas
sebagai manajer kepala sekolah juga harus memahami serta melaksanakan definisi
manajemen, sebagaimana dijelaskan oleh Ricky W. Griffin, manajemen adalah
sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan
sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.[7]
D. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan
unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat
berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan.
Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana
terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan
manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah
adalah keberhasilan kepala sekolah.”
Di antara pemimpin pendidikan yang bermacam-macam
jenis dan tingkatannya, kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang
sangat penting karena kepala sekolah berhubungan langsung dengan pelaksanaan
program pendidikan di sekolah. Menurut Pidarta (1990), kepala sekolah merupakan
kunci kesuksesan sekolah dalam mengadakan perubahan. Sehingga kegiatan
meningkatkan dan memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah
sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri. Pidarta (1997)
menyatakan bahwa kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai
manajer pendidikan, pemimpin pendidikan, supervisor pendidikan dan
administrator pendidikan
1. Manajer
Sekolah
Tugas manajer pendidikan adalah
merencanakan sesuatu atau mencari strategi yang terbaik, mengorganisasi dan
mengkoordinasi sumber-sumber pendidikan yang masih berserakan agar menyatu
dalam melaksanakan pendidikan, dan mengadakan kontrol terhadap pelaksanaan dan
hasil pendidikan. Kepala Sekolah memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan,
karena atas perannya sebagai manajer di sekolah dituntut untuk mampu : (1)
mengadakan prediksi masa depan sekolah, misalnya tentang kualitas yang
diinginkan masyarakat, (2) melakukan inovasi dengan mengambil inisiatif dan
kegiatan-kegiatan yang kreatif untuk kemajuan sekolah, (3) menciptakan strategi
atau kebijakan untuk mensukseskan pikiran-pikiran yang inovatif tersebut, (4)
menyusun perencanaan, baik perencanaan strategis maupun perencanaan
operasional, (5) menemukan sumber-sumber pendidikan dan menyediakan fasilitas
pendidikan, (6) melakukan pengendalian atau kontrol terhadap pelaksanaan
pendidikan dan hasilnya.
2.
Pemimpin
Sekolah
Menurut Lipoto (1988) peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai:
(1) figurehead (symbol); (2) leader (memimpin; (3) liason (antara); (4) monitor
memonitor; (5) disseminator (menyebarkan) informasi; (6) spokesmen (juru
bicara); (7) entrepreneur ( wiraswasta); (8) Disturbance handler ( menangani
gangguan); (9) Resource allocator e (pengumpul dana); (j) negotiator (
perunding).
3.
Administrator Sekolah
Kepala sekolah sebagai administrator dalam lembaga pendidikan mempunyai
tugas-tugas antara lain : melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pengkoordinasian, pengawasan terhadap bidang-bidang seperti ; kurikulum,
kesiswaan, kantor, kepegawaian, perlengkapan, keuangan, dan perpustakaan. Jadi
kepala sekolah harus mampu melakukan; (1) pengelolaan pengajaran; (2)
pengelolaan kepegawaian; (3) pengelolaan kesiswaan; (4) pengelolaan sarana dan
prasarana; (5) pengelolaan keuangan dan; (6) pengelolaan hubungan sekolah dan
masyarakat.
4. Supervisor
Sekolah
Supervisi merupakan kegiatan membina dan dengan membantu pertumbuhan agar
setiap orang mengalami peningkatan pribadi dan profesinya. Menurut Sahertian
(2000), supervisi adalah usaha memberi layanan kepada guru-guru baik secara
individual maupun secara berkelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dengan
tujuan memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi belajar
mengajar yang dilakukan guru di kelas.
Supervisi merupakan pengembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar
yang pada akhirnya perkembangan siswa.
Beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
kepala sekolah merupakan penyelenggara pendidikan yang juga, yaitu : (1)
menjadi manajer lembaga pendidikan, (2) menjadi pemimpin, (3) sebagai penggerak
lembaga pendidikan, (4) sebagai supervisor atau pengawas, (5) sebagai pencipta
iklim bekerja dan belajar yang kondusif. Sesuai dengan peran dan tugas-tugas di
atas, kepala sekolah sebagai manajer sekolah dituntut untuk dapat menciptakan
manajemen sekolah yang efektif. Menurut Mantja (2000), keefektifan manajemen
pendidikan ditentukan oleh profesionalisme manajer pendidikan. Adapun sebagai
manajer terdepan kepala sekolah merupakan figur kunci dalam mendorong
perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan
tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan
keputusan personil, tetapi juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan
akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Kepala sekolah harus pandai
memimpin kelompok dan mampu melakukan pendelegasian tugas dan wewenang.
E.
Mengkomunikasikan
Visi Sekolah
Penerapan konsep manajemen
strategis di sekolah menuntut setiap sekolah untuk dapat menetapkan dan
mewujudkan visi yang hendak dicapai dari sekolah tersebut secara eksplisit.
Namun, sayangnya upaya perumusan visi yang terjadi di sekolah-sekolah kita saat
ini terkesan masih latah (stereotype) dan sekedar pengulangan dari nilai dan
prioritas nasional. Dari beberapa sekolah yang pernah penulis amati, pada
umumnya perumusan visi sekolah cenderung menggunakan rumusan dua kata yang
hampir sama yaitu “prestasi” dan “iman-taqwa”, Memang bukahlah hal yang keliru
jika sekolah hendak mengusung visi sekolah dengan merujuk pada kedua nilai
tersebut. Tetapi jika perumusannya menjadi seragam, kurang spesifik serta
kurang inspirasional mungkin masih patut untuk dipertanyakan kembali.
Boleh jadi, hal ini
mengindikasikan adanya kesulitan tersendiri dari sekolah (pemimpin dan warga
sekolah sekolah yang bersangkutan) untuk merumuskan visi yang paling tepat bagi
sekolahnya, baik kesulitan yang terkait tentang pengertian dasar dari visi itu
sendiri maupun kesulitan dalam mengidentifikasi dan merefleksi nilai-nilai
utama yang hendak dikembangkan di sekolah.
Dalam perspektif
manajemen, visi sekolah memiliki arti penting terutama berkaitan dengan
keberlanjutan (sustainability) organisasi sekolah itu sendiri, Tanpa visi,
organisasi dan orang-orang di dalamnya tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak
mempunyai cara yang tepat dalam melangkah ke masa depan dan tidak memiliki
komitmen (Foreman, 1998).
Saat ini tidak sedikit
sekolah yang berjalan secara stagnan dan bahkan terpaksa harus gulung tikar,
hal ini sangat mungkin dikarenakan tidak memiliki visi yang jelas alias
asal-asalan atau setidaknya tidak berusaha fokus dan konsisten terhadap visi
yang dicita-citakannya.
Visi bukanlah sekedar
slogan berupa kata-kata tanpa makna bahkan bukan sekedar sebuah gambaran
kongkrit yang diberikan oleh pimpinan sekolah, melainkan sebuah rumusan yang
dapat memberikan klarifikasi dan artikulasi seperangkat nilai (Hopkins, 1996).
Menurut Block (1987), visi adalah masa depan yang dipilih, sebuah keadaan yang
diinginkan dan merupakan sebuah ekspresi optimisme dalam organisasi. Bennis and
Nanus (1985) mengartikan visi sebagai pandangan masa depan yang realistis,
kredibel, dan menarik, yang didalamnya tergambarkan cara-cara yang lebih baik
dari cara yang sudah ada sebelumnya.
Memperhatikan pendapat
para ahli di atas, tampak bahwa untuk menetapkan visi sekolah kiranya tidak
bisa dilakukan secara sembarangan, tetapi terlebih dahulu diperlukan pengkajian
yang mendalam. Perumusan visi yang tepat harus dapat memberikan inspirasi dan
memotivasi bagi seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk bekerja dengan penuh
semangat dan antusias. Menurut Blum dan Butler (1989) visi sangat identik
dengan perbaikan sekolah.
Visi merupakan ciri
khas peran kepemimpinan dan upaya untuk pembentukan visi sekolah sangat
bergantung pada pemimpin sekolah yang bersangkutan. Dalam hal ini pemimpin
sekolah dituntut untuk dapat mengidentifikasi, mengklarifikasi dan
mengkomunikasikan nilai-nilai utama yang terkandung dalam visi sekolah kepada
seluruh warga sekolah, agar dapat diyakini bersama dan diwujudkan dalam segala
aktivitas keseharian di sekolah sehingga pada gilirannya dapat membentuk sebuah
budaya sekolah.
Kendati demikian, dalam
pembentukan visi sekolah tidak bisa dilakukan secara “top-down” yang bersifat
memaksa warga sekolah untuk menerima gagasan dari pemimpinnya (kepala sekolah)
yang hanya membuat orang atau anggota membencinya dan merasa enggan untuk
berpartisipasi di dalamnya. Foreman (1998) mengingatkan bahwa visi tidak bisa
dipaksakan dan dimandatkan dari atas. Pembuatan visi adalah tentang
keterlibatan kepentingan dan aspirasi pihak lain.
Untuk lebih jelasnya
terkait dengan upaya pembentukan visi ini, Beare et.al. (1993) menawarkan
beberapa pedoman dalam pembentukan visi, yaitu:
·
Visi seorang pemimpin sekolah mencakup
gambaran tentang masa depan sekolah yang diinginkan.
·
Visi akan membentuk pandangan pemimpin
sekolah tentang apa yang menyebabkan keutamaan atau keunggulan sekolah.
·
Visi seorang pemimpin sekolah juga
mencakup gambaran masa depan sekolah yang diinginkan di mata sekolah lain dan
masyarakat secara umum.
·
Visi seorang pemimpin juga mencakup
gambaran proses perubahan yang diinginkan berdasarkan masa depan terbaik yang
hendak dicapai.
Masing-masing aspek
visi pendidikan dalam sekolah merefleksikan asumsi-asumsi, nilai-nilai, dan
keyakinan-keyakinan yang berbeda-beda tentang (a) watak dan sifat manusia; (b)
tujuan pendidikan dalam sekolah; (c) peran pemerintah, keluarga, masyarakat
terhadap pendidikan dalam sekolah; (d) pendekatan-pendekatan dalam pengajaran
dan pembelajaran; dan (e) pendekatan-pendekatan terhadap manajemen perubahan.
Dengan demikian, akan terbentuk visi
pendidikan dalam sekolah yang kompetitif dan merefleksikan banyak hal yang mencakup
perbedaan-perbedaan asumsi, nilai dan keyakinan.
F.
Pemberdayaan
dan Memberdayakan Guru
Andi Kirana (1997) mengatakan bahwa kepemimpinan yang
memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk melimpahkan tanggung jawab
dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi dimana orang lain dapat
berhasil. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus menjelaskan apa yang
diharapkannya, harus menghargai kontribusi setiap orang, harus membawa lebih
banyak orang keluar “kotak organisasi” dan harus mendorong setiap orang untuk
berani mengemukakan pendapat.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999)
pemberdayaan staf adalah pemberian wewenang kepada staf untuk merencanakan dan
membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa harus
mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari atasan. Pemberian wewenang oleh
manajemen kepada staf dilandasi oleh keberdayaan staf. Pemberdayaan bersifat
mendukung budaya dan tidak menyalahkan. Kesalahan dianggap kesempatan untuk
belajar (Mc Kenna & Beech, 2000).
Pemberdayaan menurut Andy Kirana (1997) harus didukung
oleh sejumlah etika yang konsisten, dan orang-orang yang hidup dengan etika
tersebut memberikan contoh bagi yang lain. Etika dari pemimpin yang
memberdayakan adalah menghormati orang dan menghargai kekuatan dan kontribusi
mereka yang berbeda-beda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka, jujur,
bertanggung jawab untuk bekerjasama dengan yang lain, mengakui nilai
pertumbuhan dan perkembangan pribadi, mementingkan kepuasaan pelanggan,
berusaha memenuhi kebutuhan akan adanya perbaikan sebagai suatu proses yang
tetap dimana setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Nilai-nilai
etis ini akan membantu organisasi menjadi lebih kuat dan menjadi tempat yang
lebih baik untuk bekerja bagi setiap individu.
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999), untuk mewujudkan
suatu pemberdayaan dalam organisasi, seorang pemimpin harus memahami tiga
keyakinan dasar berikut ini :
1.
Subsidiarity. Prinsip ini mengajarkan bahwa badan yang
lebih tinggi kedudukannya tidak boleh mengambil tanggung jawab yang dapat dan
harus dilaksanakan oleh badan yang berkedudukan lebih rendah. Dengan kata lain,
mencuri tanggung jawab orang merupakan suatu kesalahan, karena keadaan ini
akhirnya menjadikan orang tersebut tidak terampil. Kenyataannya, di masa lalu
organisasi lebih banyak dirancang untuk memastikan bahwa kesalahan tidak pernah
terjadi. Dalam jargon lama organisasi, pengambilalihan tanggung jawab bawahan
oleh atasan merupakan hal yang normal terjadi, dan dibenarkan dengan suatu alasan
bahwa suatu organisasi dibentuk untuk menghindari kesalahan.
- Staf pada dasarnya baik. Inti pemberdayaan staf adalah keyakinan bahwa orang pada dasarnya baik. Meskipun kadang-kadang orang gagal, dan kadang-kadang orang melakukan kesalahan, namun tujuan orang adalah menuju kebaikan. Sebagai manusia yang berakal sehat dan makhluk yang berfikir, orang memiliki kecenderungan alami untuk berhasil dalam pekerjaannya. Untuk dapat memberdayakan orang lain, atasan harus secara sederhana yakin bahwa “sepanjang masa, hampir setiap orang , hampir selalu, akan menggunakan kekuatannya dalam mewujudkan visinya dan dipandu oleh nilai-nilai kebaikan.” Pemberdayaan staf dapat dipandang sebagai pemerdekaan, karena dengan pemberdayaan, atasan tidak lagi menggunakan pengawasan, pengecekan, verifikasi, dan mengatur aktivitas orang yang bekerja dalam organisasi. Atasan melakukan pemberdayaan dengan memberikan pelatihan dan teknologi yang memadai kepada staf, memberikan arah yang benar, dan membiarkan staf untuk mengerjakan semua yang dapat dikerjakan oleh mereka.
- Trust-based relationship
Pemberdayaan staf menekankan aspek kepercayaan yang diletakkan oleh
manajemen kepada staf. Dari pemberdayaan staf, hubungan yang tercipta antara
manajemen dengan staf adalah hubungan berbasis kepercayaan (trust-based
relationship) yang diberikan oleh manajemen kepada staf, atau sebaliknya
kepercayaan yang dibangun oleh staf melalui kinerjanya.
Lebih lanjut
Stewart (1998) mengatakan ada enam cara yang dapat digunakan pemimpin dalam
mengembangkan pemberdayaan staf/bawahan, yakni: meningkatkan kemampuan
staf/bawahan (enabling), memperlancar (facilitating) tugas-tugas mereka,
konsultasi (consulting), bekerjasama (collaborating), membimbing (mentoring)
bawahan, dan mendukung (supporting). Namun apapun cara yang ditempuh oleh
pemimpin dalam memberdayakan staf/bawahan, menurut Sarah Cook dan Steve
Macaulay (1997), kepemimpinan yang memberdayakan perlu mengacu pada empat
dimensi, yaitu visi, realita, orang (manusia), dan keberanian.
G. Menyusun Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan
salah satu wujud dari salah satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting,
yang harus dimiliki sekolah untuk dijadikan sebagai panduan dalam
menyelenggarakan pendidikan di sekolah, baik untuk jangka panjang (20 tahun),
menengah (5 tahun) maupun pendek (satu tahun).
Rencana Pengembangan Sekolah
(RPS) memiliki
fungsi amat penting guna memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku sekolah
dalam rangka pencapaian tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan,
pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa
depan.
Standar
Nasional Pendidikan ( standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan
penilaian pendidikan) merupakan substansi penting dalam sistem pengelolaan
sekolah yang harus direncanakan sebaik-baiknya dan diakomodir dalam penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah.
1. Pentingnya Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS). RPS penting dimiliki untuk memberi
arah dan bimbingan para pelaku sekolah dalam rangka menuju perubahan atau
tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang
kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan.
2. Arti Perencanaan Sekolah/RPS.
Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya
yang tersedia. RPS adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa
depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah
ditetapkan.
3. Tujuan Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS). RPS disusun dengan tujuan untuk:
(1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai
dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2) mendukung
koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas
pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu
4. Sistem Perencanaan Sekolah
(SPS). Sistem Perencanaan Sekolah adalah satu kesatuan
tata cara perencanaan sekolah untuk meng-hasilkan rencana-rencana sekolah (RPS)
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara sekolah dan masyarakat (diwakili oleh komite sekolah).
5. Tahap-tahap Penyusunan Rencana
Pengembangan Sekolah (RPS), mencakup: (a)
Melakukan analisis lingkungan strategis sekolah; (b) Melakukan analisis situasi
untuk mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini (IPS); (c)
Memformulasikan pendidikan yang diharapkan di masa mendatang; (d) Mencari
kesenjangan antara butir 2 & 3; (e) Menyusun rencana strategis; (f)
Menyusun rencana tahunan; (g) Melaksanakan rencana tahunan; dan (h)
Memonitor dan mengevaluasi
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manajemen didefinisikan
sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka
pencapaian tujuan tertentu melalui cara menggerakkan orang lain. Manajemen
merupakan suatu proses dimana sumber-sumber yang semula tidak berhubungan satu
dengan yang lainnya lalu diintegerasikan menjadi suatu sistem menyeluruh untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Manajemen dan
kepemimpinan sebenarnya memiliki kajian yang berbeda. Tetapi keduanya memiliki hubungan
yang dekat. Memimpin terkait dengan menggerakkan dan mengarahkan kegiatan
orang, sedangkan “memanage” terkait dengan kegiatan mengatur orang. Mengatur
bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan, memberi tugas, membagi-bagi,
mencarikan jalan keluar, memperlancar dan mengubah-ubah tugas yang diberikan.
Mengelola pendidikan bukanlah hal hal yang mudah untuk dilakukan karena
mengelola pendidikan sangat rumit. Di sekolah, diperlukan adanya manajemen yang
efektif agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam.
Gary A. Yukl, Leadership
In Organizations, 1981, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N. J. 07632.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Press. 2009.
KH. Toto Tasmara, Spiritual.
Nizar Ali, Ibi Syatibi,
Manajemen Pendidikan Islam.
Sudrajat,
Akhmad. 2008. Manajemen Sekolah Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press. 2008.
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen diakses pada Senin 30 September 2013.
Ikhlasiyah,
Ifa. 2012. Hakekat Manajemen -Sekolah. http://ifaikhlass.blogspot.com/2012/03/hakikat-manajemen-sekolah.html. Diakses
pada tanggal 16 Maret 2013
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
[1] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hal.
47.
[2] Abdul Munir, Seni Mengelola Lembaga Pendidikan Islam,
hal. 5.
[3] KH. Toto Tasmara, Spiritual, hal. 171-172.
[4] Gary A. Yukl, Leadership In Organizations, 1981,
Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, N. J. 07632 hlm. 2-5.
[5] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan
Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 17.
[6] Prof. Dr. Nizar Ali, Ibi
Syatibi, Manajemen Pendidikan Islam,
hal. 76.