Friday, 2 October 2015

makalah filsafat pendidikan islam - EPISTEMOLOGI FILSAFAT PENDIDIKAN

EPISTEMOLOGI
FILSAFAT PENDIDIKAN





Disusun oleh:

1.      Mutmainah                      202109386
2.      Puji Lestari                      202109400
3.      Puji Ayu Mahlia Alba     202109405
4.      Alfa Nafisatus Zuhro      202109408
5.      M Kamal                         202109372



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Ada dua dimensi dalam kajian filsafat pendidikan Islam yaitu dimensi makro dan dimensi mikro, adapun dimensi makro filsafat pendidikan Islam ini diantaranya membahas tentang epistemologi.
Ilmu merupakan pengetahuan pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan mempunyai berbagai cabang pengetahuan dan ilmu merupakan salah satu cabang pengetahuan tersebut. Karakteristik keilmuan itulah yang mencirikan hakikat keilmuan dan sekaligus membedakan ilmu dari berbagai cabang pengetahuan lainnya.
Dalam epistemologi yang paling mendasar untuk dibicarakan adalah apa yang menjadi sumber pengetahuan, bagaimana struktur pengetahuan yang dimana hal ini akan berkaitan dengan macam/jenis pengetahuan dan bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan tersebut.
Sejak mula, epistimologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik yang paling sulit sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang membentan seluas jangkauan metafisika sendiri, selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah dalam kehidupan sehari-hari.

B.       Perumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang yang dikemukakan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian dan hakikat epistemologi?
2.      Apa saja teori-teori ilmu pengetahuan?
3.      Bagaimanakah pendekatan dan metode memperoleh ilmu pengetahuan?



C.      Cara Memecahkan Masalah
Di dalam makalah ini akan diuraikan beberapa hal yang terkait dengan epistemologi filsafat pendidikan maka untuk memecahkan masalah yang berhubungan hal tersebut dapat dilihat literatur sebagai berikut:
1.      Buku karya Abdul Khobir, M.Ag yang berjudul filsafat pendidikan Islam.
2.      Buku karya Dr. P. Hardono Hadi yan berjudul Epistemologi Filsafat Pengetahuan

D.      Sistematika Penulisan
BAB I        Pendahuluan
1.    Latar Belakang Masalah
2.    Perumusan masalah
3.    Cara memecahkan masalah
BAB II       Pembahasan
1.    Pengertian dan hakikat epistemologi
2.    Teori-teori ilmu pengetahuan
3.    Pendekatan dan metode perolehan ilmu pengetahuan
BAB III     Penutup
1.    Simpulan
2.    Saran



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Hakikat Epistemologi
Secara bahasa (etiologi) epistemologi ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “episteme” dan “logos. Episteme berarti pengetahuan sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan (teori of knowledge).[1]
Sedangkan pengertian epistemologi menurut terminologi merupakan suatu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, tsruktur, metode dan validitas pengetahuan.[2]
Selain itu epistemologi juga berarti cabang filsafat yang mempelajari soal watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan. Dengan menyederhanakan batasan di atas, Brameld mendefinisikan epistemologi sebagai “it is epistemology that gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”. Epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bgai guru bahwa ia memberikan kebenaran keapda murid-muridnya.[3]
Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari 2 kata, yaitu ilmu dan pengetahuan. Adapun ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang dipelajari sedangkan pengetahuan merupakan hubungan objek dengan subjek, sehingga dalam epistemologi terdapat pokok-pokok tentu yang menjadi objek epistemologi sendiri sebagai suatu manifestasi dari penyelidikan.
Dengan demikian epistemologi atau teori tentang ilmu pengetahuan adalah inti sentral setiap pandangan dunia, seperti yang disebutkan dalam hadits :
مَنْ اَرَدَا الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ اْلآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ هُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
“Barang siapa menginginkan dunia maka hanya memiliki ilmu, barangsiapa menginginkan akhirat maka harus mempunyai ilmu pula, dan barangsiapa menginginkan kedua-duanya maka harus mempunyai ilmu.”
Dalam konteks Islam, ilmu merupakan parameter yang bisa menetapkan apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya. Firman Allah menyebutkan: فَاسْألُو . . .
Pada hakikatnya apakah ada hukum-hukum ilmu pengetahuan yang memberikan pedoman kepada kita untuk percaya atau tidak percaya tentang sesuatu, kemudian bagaimana seharusnya sikap kita untuk dapat mengerti kebenaran berupa pendapat, intuisi, kepercayaan, fakta-fakta, yang ada di dalam lingkungan kita.
Secara historis gerakan pemikiran reflektif yang memuncak didalam munculnya masalah pengetahuan secara terpisah dapat ditelusuri secara analisis pada tahap awal dari tahap historis dan analitis merupakan keadaan dimana anggapan umum (common sense) menemukan dirinya. Orang pada umumnya menyadari diri memiliki sejumlah pengetahuan yang dianggapnya pasti dan tidak boleh dianggap remeh.
Disinilah epistemologi bukan hanya mungkin tetapi mutlak perlu suatu pikiran yang telah mencapai tingkat refleksi tidak dapat dipuaskan dengan kembali kepada jaminan-jaminan anggapan umum, tetapi justru semakin mendesak maju ke tingkat yang baru. Setiap anggapan umum dapat dijadikan pertanyaan reflektif. Epistemologi adalah mencari suatu kepastian yang dimungkinkan oleh suatu keraguan, maka dengan adanya seperti ini epistemologi berperan sebagai obatnya. Apabila epistemologi berhasil mengobati untuk mengusir keraguan ini, kita mungkin menemukan kepastian reflektif yang lebih pantas dianggap sebagai pengetahuan.[4]



B.     Teori-Teori Ilmu Pengetahuan
Teori pengetahuan adalah ways of knowing (cara-cara mengetahui) dengan perkataan lain bagaimana sesungguhnya proses manusia mengetahui sesuatu.[5]
Menurut Brucher ada beberapa teori pengetahuan sebagai berikut:
1.      Teori Pengetahuan Menurut Correspondence
Pada teori ini proses mengetahui adalah proses partisipasi langsung oleh peserta didik terhadap realita objek secara wajar melalui studi. Sebab realita objek itu selalu mewujud didalam sejumlah aspek-aspek perwujudan yang dapat dimengerti.
Mengetahui suatu objek adalah dengan mengenal sifat-sifat esensial objek tersebut dan bukan mengenal aspek-aspek non esensial objek itu.
2.      Teori Pengetahuan menurut Consistency
Teori pengetahuan ini didapat oleh seseorang dari luar melalui panca indera, tetapi kesan-kesan yang ditangkap oleh panca indera bukanlah realitas yang ditangkap langsung secara objektif, sebab seseorang tidak akan mampu menangkap realitas objektif secara hakiki.
3.      Teori Pengetahuan Menurut Intuisi
Cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan melalui pengalaman intuisi atau pengalaman mistik. Validitas pengetahuan intuitif ini sangat bersifat pribadi dan merupakan validitas pengetahuan keunikan individu. Pada toeri pengetahuan menurut intuitif ini masih terdapat kelemahan didalamnya.
4.      Teori Pengetahuan Menurut Pragmatisme
Teori pengetahuan menurut pragmatisme adalah kemampuan seseorang didalammemcahkan problema-problema kehidupan secara aktif dengan segala kemampuan, pertimbangan, sikap kritis, analisis dan tindakan-tindakan secara nyata.
5.      Teori Pengetahuan Menurut Authorithy
Pengetahuan yang didapat oleh seseorang melalui pendapat orang lain yang didasarkan kepada penelitian dan pembuktian secara ilmiah. Bahkan untuk memperkuat pendapatnya seseorang menunjuk (mengutip) pendapat orang lain yang dianggapnya lebih kuat karena didasarkan pada sumber yang bersifat otoritas seperti buku-buku loterature, ensiklopedia, kitab suci, pikiran-pikiran (pendapat) para ahli dalam bidang tertentu.[6]

C.    Pendekatan dan Metode Perolehan Ilmu Pengetahuan
Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalamperolehan ilmu pengetahuan, dan setiap pendekatan itu mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kekurangan yang ada tergantung kepada subjek yang menggunakannya. Adapun pendekatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan antara lain:
1.      Skpetisme
Bagi aliran ini tidak ada suatu cara yang sah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mengingat kemampuan panca indra dan akal manusia terbatas. Keberatan yang biasanya diajukan pad atahap ini adalah bahwa didalam pelaksanannya epistemologi dianggap mengusulkan suatu tujuan khayal bagi dirinya sendiri.
Maka, beberapa pemikir seperti Etienne Gilson beranggapan bahwa tidak ada masalah mengenai pengetahuan, sebab pertanyaan kritis tidak dapat diajukan secara konsisten. Bagi mereka realisme adalah suatu pengandaian pemikiran yang bersifat absolut, dan setiap usaha untuk membenarkan realisme telah memberi konsesi atau menyerah.
Meskipun sanggahan terhadap skeptisisme cenderung bernada negatif, tetapi mempunyai akibat positif. Sebab apa yang dinyatakan oleh pendapat Gilson ialah : pada tahap tertentu pikiran secara niscya melekat pada ada sedemikian rupa, sehingga kelekatan ini tidak dapat disangkal. Maka kita sampai kepada nilai tanpa syarat dari pernyataan bila kita menyadari bahwa tidak mungkinlah menyatakan ketidakmampuan kita untuk menyatakan.
Relativisme protagoras mungkin merupakan pendapat skeptik yang paling ekstem. Doktrin “homo mesura”-nya (manusia adalah ukuran bagi segalanya) merupakan usah untuk membatasi semua pernyataan kepada orang yang membuatnya sebagaimana apa yang terasa enak bagi seseorang tidak tentu enak bagi yang lain. Katanya, demikian juga mengenai apa yang benar bagi yang lain.
2.      Aliran keraguan (Academy Doubt)
Suatu aliran yang dalam perolehan ilmu pengetahuan berpangkal dari keraguan sebagai jembatan perantara menuju kepada kepastian.
3.      Empirisme
Cara pencarian ilmu pengetahuan melalui panca indra, karena indra tersebut yang menjadi instrumen untuk menghubungkan ke alam.
4.      Rasionalisme
Suatu cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan mengandalkan akal pikiran, karena akal dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
5.      Aliran yang menggabungkan pendekatan empiris dan rasionalisme
Menurut aliran ini cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan itu melalui pengertian dan pengindraan, karena pengertian tidak dapat melihat dan indra tidak dapat berpikir, sehingga rasio dan indra perlu disatukan.
6.      Intuisi
Suatu pendekatan dalam memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan daya jiwa.
7.      Wahyu
Pendekatan ini bersifat metafisik dan bercirikan transendental. Pendekatan ini harus didasari oleh kepercayaan (iman). Kepercayaan tersebut adalah apabila akal tidak mampu mengungkapkan sesuatu, akal tersebut tidak perlu dibahas dan diperdebatkan, wahyu berarti isyarat yang cepat yang diperoleh seseorang di dalam dirinya serta diyakininya.[7]



Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam metode memperoleh ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
1.      Kasbi (khusuli) adalah cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian, percobaan dan penemuan.
2.      Laduni (khudluri) adalah ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya tetapi melalui proses pencerahan atau oleh hadirnya cahaya ilahi ke dalam kalbu seseorang.

D.    Jenis-jenis Ilmu Pengetahuan
Manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran yang dapat diperolehnya melalui beberapa sumber antara lain sebagai berikut:[8]
1.      Pengetahuan wahyu (Revealed Knowledge)
Manusia memperoleh pengetahuan dan kebenaran berdasarkan kepada wahyu yang diberikan Tuhan kepada manusia. Tuhan telah memberikan pengetahuan dan kebenaran kepada manusia yang telah dipilih-Nya, yang dapat dijadikan petunjuk bagi manusia dalam hidupnya. Kebenaran wahyu bersifat mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu bersifat eksternal, artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar diri manusia.
2.      Pengetahuan Intuitif (Intuitif Knowledge)
Pengetahuan intuitif diperoleh manusia dari dalam dirinya sendiri tatkala ia menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif ini muncul dalam diri manusia secara tiba-tiba dalam kesadaran diri manusia. Proses kerjanya manusia itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil dari penghayatan pribadi, sebagai hasil keunikan dan ekspresi individu sehingga validitas pengetahuannya bersifat pribadi dan memiliki watak yang tidak komunikatif, khusus untuk diri sendiri, subjektif, tidak terlukiskan, sehingga sulit untuk melukiskan seseorang memilikinya/tidak.


3.      Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)
Pengetahuan rasional merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip berpikir dengan menggunakan logika formal dan matematika murni menjadi paradigmanya, sehingga kebenarannya bersifat abstrak.
4.      Pengetahuan empirik (Empirical Knowledge)
Pengetahuan empiris diperoleh melalui pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan sentuhan indra-indra lainnya, sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita. Paradigma pengetahuan empiris adalah sains yang diuji dengan observasi atau eksperimen. Menurut kaum empirisme pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dengan jalan observasi/ pengindraan.
5.      Pengetahuan otoritas (Authoritative Knowledge)
Kita menerima pengetahuan itu benar bukan karena telah mengkroscekkan dengan keadaan yang ada di luar diri kita, melainkan telah dijamin otoritasnya (sumber yang berwibawa, memiliki wewenang dan hak) di lapangan. Kita menerima pendapat orang lain karena ia pakar dibidangnya.

E.     Implikasi Pengetahuan dalam Pendidikan Islam
Ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan karena perkembangan masyarakat Islam serta tuntutannya dalam membangun seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan.
Dalam pandangan Islam, ilmu itu didasarkan kepada dua pandangan pokok. Pertama, ilmu pengetahuan eksperimental yaitu ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada penyelidikan eksperimental yaitu ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada penyelidikan dan eksperimen ilmiah yang objektif.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat diketahui bahwa ilmu itu didapat dari pikiran dan kemudian dilanjutkan dengan tindakan dan eksperimen.
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan dalam pendidikan Islam hendaknya berorientasi pada nilai-nilai Islam, yaitu ilmu pengetahuan yang bertolak pada fakultas pikir dan fakultas dzikir.
Ilmu pengetahuan yang ada hendaknya dikembangkan dalam rangka mengemban amanah Tuhan dalam mengendalikan alam dan isinya, sehingga dengan bertambahnya ilmu pengetahuan seseorang bertambah pula petunjuknya dan semakin kuat keimanannya.
Ilmu pengetahuan dalam Islam diharapkan akan mampu membawa kepada kebaikan manusia dan kebaikan masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya. Nilai-nilai yang diajarkan adalah nilai-nilai yang memadukan antara nilai-nilai dunia dan nilai-nilai akhirat sekaligus.[9]



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Dalam dunia pendidikan dianggap sebagai proses penyerahan kebudayaan umumnya dan khususnya ilmu pengetahuan, maka dari itu epistemologi dalam dunia pendidikan adalah memberikan suatu kebenaran yang jelas, sehingga terjamin kebenaran dan percaya apa yang disampaikan oleh seorang guru yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada dalam lingkungan kita.
Filsafat pengetahuan merupakan usaha untuk membiarkan pikiran untuk mencapai pengenalan dan esensinya, usaha pikiran untuk mengekspresikan dan menunjukkan kepada dirinya sendiri atas epistemologi berhubungan dengan dasar pertimbangan kodrat, jangkauan dan asal dari evidensi.
Ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia ini dan untuk memperolehnya perlu dilakukan usaha dan kerja keras. Dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia ia akan dapat mengenal adanya Tuhan.



DAFTAR PUSTAKA

Khobir, Abdul. 2008. Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Gama Media Offset.

Noor Syam Mohammad. 1988. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Hadi. P. Hardono, Dr. 1994. Epistemologi Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.



[1] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam Landasan Teoritis dan Praktis, (Yogyakarta: Gama Media Offset, 2007), h. 25.
[2] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h. 32
[3]Abdul Khobir, op.cit., h. 26.
[4] Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 18
[5] Abdul Khobir, op.cit., h. 28
[6] Mohammad Noor Syam, op.cit., h. 116-123
[7] Dr. P. Hardono Hadi, Epistemologi Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), h. 19-20
[8] Uyoh Sadullah, 2003,, h. 20-33
[9] Omar Moh. Al-Tomy As-Syaibany, 1987, h. 264