BIOGRAFI TAQI Al-DIN BIN TAIMIYAH
1.
Biografi Taqi Al-Din Bin
Taimiyah
Nama lengkap Taqi Al-Din Bin Taimiyah adalah Ahmad
bin Abdu Al-Halim bin Abd Al-Salam bin Abd Allah bin Al-Khidr bin Muhammad bin
Al-Khidir bin Ali bin Abdu Allah bin Taimiyah Al Harani Al-Damasyqi.
Taqi Al-Din Bin Taimiyah adalah seorang Imam Al-Hafiz
Mujahid, ahli hadits, tafsir, usul fiqh, nahwu, otator, penulis, sastrawan,
panutan, Zahid dan Syeikh Al-Islam.
Taqi Al-Din Bin Taimiyah lahir di Haran, Damaskus pada
bulan Rabi’al Awal 661 H. sejak kecil 667 H, ia bersama dua orang saudaranya
dibawa orang tuanya ke Damaskus karena menghindari serbuan Tartar.
2.
Guru-Guru Taqi Al-Din Bin
Taimiyah
Sejak usia 7 tahun, Taqi Al-Din Bin Taimiyah sudah
terlihat sebagai anak yang cerdas dan sudah hafal Al-Qur'an. Bahkan kecerdasan
ini bukan hanya terlihat dari kemampuannya menghafal Al-Qur'an, tetapi juga
memahaminya secara mendalam.
Taqi Al-Din Bin Taimiyah selama hidupnya belajar pada :
a.
Belajar usul Fiqh pada orang
tuanya
b.
Belajar hadits pada Syeikh Syams
Al-Din Abu Qadamah
c.
Syeikh Zain Al-Din bin Al-Najar
d.
Al-Majd bin Asakir.
e.
Taqi Al-Din Bin Taimiyah juga
belajar bahasa arab pada Ibnu Abd Qawa
Selain itu, Taqi Al-Din Bin Taimiyah hafal serta
memahami kitab sibawaih.
Perhatiannya pada bidang hadits sangat besar. Kutub
Al-Sittah ( enam kitab hadits yang utama ) dan Al-Masanit dipelajari
dengan baik. Kitab tafsir, Ushul Fiqh, Fara’id juga dikuasai dengan
baik.
Selain itu, Taqi Al-Din Bin Taimiyah juga
mempelajari ilmu-ilmu yang lain, seperti : ilmu hitung, Al-Jabar, Ilmu Kalam
dan Filsafat.
Semua ilmu ini dikuasai dengan sangat baik, bahkan
disamping mampu mengungguli para ilmuwan lain juga mampu mengkritik para
penulisnya. Boleh dikatakan Ibnu Taimiyah merupakan tokoh terbesar pada
masanya.
Pada usia kurang dari 20 tahun ia sudah menjadi guru
besar dan fatwa. Pada usia yang sama ia sudah aktif menulis dan mengarang. Pada
usia ini orang tuanya meninggal dunia.
3.
Murid-Murid Taqi Al-Din Bin
Taimiyah
Disamping itu Ibnu Taimiyah adalah mujtahid besar.
Murid-muridnya yang terdiri dari para ulama, ahli figh, ahli hadits, dan ahli
tafsir tak terhitung jumlahnya. Beberapa yang dapat disebutkan antara lain :
a.
Syams Al-Din Al-Zahabi
b.
Abu Hayyan Al-Nahwi Al-Mufassir
c.
Al-Syams Din Abd Al-Hadi
Al-Muqaddasi
Al-Allamah Kamal Al-Din Al-Zamlakani menuturkan Ibnu
Taimiyah sebagai berikut : “Jika ia ditanya tentang satu cabang ilmu maka
mereka yang ada disekitarnya mengira dia tidak mengerti kecuali ilmu tersebut
dan tak seorangpun yang mengerti seperti dia. Apabila para ahli fiqh dari
berbagai madzhab duduk bersamanya, mereka masing-masing memperoleh pengetahuan
tentang madzhab-madzhab lainnya hal-hal yang tidak mereka ketahui sebelumnya.
Apabila ia mengupas suatu ilmu, baik ilmu agama maupun umum ia selalu
mengungguli ahlinya.
Ibnu Taimiyah menguasai dan hafal hampir semua
hadits-hadits Nabi SAW dan ucapan para sahabatnya. Kalau bicara tafsir ia
adalah pakarnya. Kalau bicara fih maka di tanganyalah persoalan fiqh apa saja
terjawab. Jika bicara hadits, dialah pemilik keilmuan maupun periwayatannya.
Dan kalau dia memberikan kuliah ilmu perbandingan agama, maka tidak seorang pun
yang dapat menguasai secara luas seperti dia.
Al-Zahabi dalam Tarikh Al-Kabir menuturkan :
“Setelah bersama-sama Ibnu Taimiyah, Ibnu Daqiq Id diminta komentarnya
mengenainya. Ia mengatakan : “Aku melihat semua ilmu seakan-akan berada dihadap
kedua matanya. Ia dapat mengemukakan apa saja atau tidak menyebutkan apa saja”.
4.
Karya-Karya Taqi Al-Din Bin
Taimiyah
Penulis kitab Fawat Al-Wafayat menyebutkan bahwa
karangan Ibnu Taimiyah mencapai 300 jilid. Antara lain :
a.
Iqtifa Al-Sirat Al-Mustaqim wa
Mukhlafah As Hab Al-Jahim.
b.
Fatawa Ibnu Taimiyah
c.
Al-Sarim Al-Maslul ala Syatim
Al-Rasul
d.
Al-Sarim Al-Maslul fi Bayan
Wajibat Al-Sahih li Man Baddala Din Al-Masih.
e.
Al-Jawami fi Al-Syiyasah
Al-Alihiyah wa Al-Ayat Al-Nabawiayah
f.
Al-Siyasah Al-Syar’iyah Filslah
Al-Ra’i wa Al-RA’iyah ( teori politik Islam )
g.
Rasa’il Syekh Al-Islam Taqiy
Al-Din bin Taimiyah
h.
Minhaj Al-Sunnah Al Nabawiyah fi
Naqd Kalam Al-Syi’ah wa Qadariyah
i.
Fas Al-Maqal fima baina Al-Hikmah
wa al Syari’a min Al-Ittisal
j.
Al-Faqani Baina Awliya Al-Rahman
wa Awliya Al-Syaitan
Dan sejumlah buku lain dalam bidang Ushul Fiqh yang
banyak mengkritik para ahli fiqh.
Buku ini ditulis dalam dua jilid. Buku-buku lain yang
juga berisi kritik-kritik tajam, disamping pujian-pujian, terhadap
pendapat-pendapat dan tingkah laku yang bertentangan atau yang tidak sejalan
dengan Al-Qur'an dan hadits (satu jilid), tentang dasar-dasar hukum, tentang
ijma’, Jawab fi Ijma’ wa Al-Khabar Al-Mutawatir, buku tentang metode
pengambilan keputusan hukum berdasarkan Nas dan Ijma’.
Sanggahan terhadap mereka yang berpendapat bahwa Dilalah
Faziyah (wacana bahasa) tidak memberikan pengetahuan yang menyakinkan serta
sejumlah buku lainnya yang memperlihatkan kedalaman dan keluasannya dalam
berbagai disiplin ilmu baik rasional maupun tradisoinal.
5.
Wafatnya Taqi Al-Din Bin
Taimiyah
Ibnu Taimiyah adalah tokoh besar madzhab Hambali. Begitu
ayahnya meninggal, ia menggantikan kedudukannya baik sebagai pendidik maupun Mufti.
Pada usia 21 tahun, namanya semakin populer di berbagai wilayah dunia Islam.
Permintaan-permintaan untuk fatwa datang dari berbagai penjuru.
Ibnu Taimiyah adalah tokoh puncak dalam dunia keilmuan,
amaliyah, kezuhudan, keberanian, kemuliaan, kerendahan hati, kesabaran,
kewibawaan, keagungan, keikhlasan dan keteguhannya dalam mempedomani
hadits-hadits Nabi SAW.
Ibnu Taimiyah dianggap bagai pedang yang terhunus di
hadapan para penentang agama dan menggetarkan nyali para ahli bid’ah.
Taqi Al-Din Bin Taimiyah meninggal dunia di Damaskus
tahun 728 H dan dikebumikan di pemakanan kaum sufi.
6.
Setting Sosial Politik Taqi
Al-Din Bin Taimiyah
Pada masa Taqi Al-Din Bin Taimiyah, dinasti Mamalik
Bahriyah menguasai urusan-uruan di wilayah-wilayah kekuasaan Mesir. Tetapi pada
tahun 784 H dinasti ini hancur, kemudian digantikan oleh Dinasti Mamalik
Barjiyah atau Syarakisyah.
Kemudian pada pertengahan abad VIII H, Mesir dilanda
berbagai gejolak politik dan pertikaian yang menewaskan banyak orang.
Wilayah-wilayah Islam yang lain di Timur, Maroko dan Andalus keadaannya tidak
lebih baik dari Mesir. Pasukan Tartar berambisi untuk menguasai kekayaan Mesir.
Mereka tersu mencari kesempatan untuk itu dengan
berbagai cara dan upaya. Perang akhirnya tak dapat dihindari meletus antara
mereka dan kaum muslimin. Kaum muslimin kehilangan tanah surganya, yaitu
Andalus. Mereka terpaksa meminta bantuan kepada para raja di Maroko.
Bantuan diberikan mereka secara terus-menerus.
Bantuan terakhir diberikan tahun 740 H. ketika itu Abu Al-hasan Al-Murayyini
mengirim pasukan tentara dalam jumlah yang cukup besar ke Tarif. Tetapi
ditempat ini telah bergabung pasukan darat raja Qasyatalah dan pasukan darat
Portugal. Mereka kemudian menampung pasukan kaum muslimin.
Pada pertempuran ini kaum muslimin menderita
kekalahan yang cukup besar. Kekahalan ini menimbulkan konflik di Maroko.
Pemberontakan dalam negeri terjadi. Fitnah juga terjadi antara raja-raja Maroko
dengan Bani Hafs, raja-raja di Tunis.
Dalam kekacauan ini banyak ulama Islam yang
diintimidasi yang menyebabkan mereka mengungsi keluar. Tuduhan diarahkan kepada
para ulama, beberapa buku yang dikemukakan diatas dapat menggambarkan warna
dominan dari pemikiran dan karya-karya yang muncul pada abad VII H.