Monday, 31 August 2015

MAKALAH BIOGRAFI TAQI Al-DIN BIN TAIMIYAH (IBNU TAIMIYAH)


BIOGRAFI TAQI Al-DIN BIN TAIMIYAH

 

1.      Biografi Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Nama lengkap Taqi Al-Din Bin Taimiyah adalah Ahmad bin Abdu Al-Halim bin Abd Al-Salam bin Abd Allah bin Al-Khidr bin Muhammad bin Al-Khidir bin Ali bin Abdu Allah bin Taimiyah Al Harani Al-Damasyqi.

Taqi Al-Din Bin Taimiyah adalah seorang Imam Al-Hafiz Mujahid, ahli hadits, tafsir, usul fiqh, nahwu, otator, penulis, sastrawan, panutan, Zahid dan Syeikh Al-Islam.

Taqi Al-Din Bin Taimiyah lahir di Haran, Damaskus pada bulan Rabi’al Awal 661 H. sejak kecil 667 H, ia bersama dua orang saudaranya dibawa orang tuanya ke Damaskus karena menghindari serbuan Tartar.

 

2.      Guru-Guru Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Sejak usia 7 tahun, Taqi Al-Din Bin Taimiyah sudah terlihat sebagai anak yang cerdas dan sudah hafal Al-Qur'an. Bahkan kecerdasan ini bukan hanya terlihat dari kemampuannya menghafal Al-Qur'an, tetapi juga memahaminya secara mendalam.

Taqi Al-Din Bin Taimiyah selama hidupnya belajar pada :

a.       Belajar usul Fiqh pada orang tuanya

b.      Belajar hadits pada Syeikh Syams Al-Din Abu Qadamah

c.       Syeikh Zain Al-Din bin Al-Najar

d.      Al-Majd bin Asakir.

e.       Taqi Al-Din Bin Taimiyah juga belajar bahasa arab pada Ibnu Abd Qawa

Selain itu, Taqi Al-Din Bin Taimiyah hafal serta memahami kitab sibawaih.

Perhatiannya pada bidang hadits sangat besar. Kutub Al-Sittah ( enam kitab hadits yang utama ) dan Al-Masanit dipelajari dengan baik. Kitab tafsir, Ushul Fiqh, Fara’id juga dikuasai dengan baik.

Selain itu, Taqi Al-Din Bin Taimiyah juga mempelajari ilmu-ilmu yang lain, seperti : ilmu hitung, Al-Jabar, Ilmu Kalam dan Filsafat.

Semua ilmu ini dikuasai dengan sangat baik, bahkan disamping mampu mengungguli para ilmuwan lain juga mampu mengkritik para penulisnya. Boleh dikatakan Ibnu Taimiyah merupakan tokoh terbesar pada masanya.

Pada usia kurang dari 20 tahun ia sudah menjadi guru besar dan fatwa. Pada usia yang sama ia sudah aktif menulis dan mengarang. Pada usia ini orang tuanya meninggal dunia.

 

3.      Murid-Murid Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Disamping itu Ibnu Taimiyah adalah mujtahid besar. Murid-muridnya yang terdiri dari para ulama, ahli figh, ahli hadits, dan ahli tafsir tak terhitung jumlahnya. Beberapa yang dapat disebutkan antara lain :

a.       Syams Al-Din Al-Zahabi

b.      Abu Hayyan Al-Nahwi Al-Mufassir

c.       Al-Syams Din Abd Al-Hadi Al-Muqaddasi

Al-Allamah Kamal Al-Din Al-Zamlakani menuturkan Ibnu Taimiyah sebagai berikut : “Jika ia ditanya tentang satu cabang ilmu maka mereka yang ada disekitarnya mengira dia tidak mengerti kecuali ilmu tersebut dan tak seorangpun yang mengerti seperti dia. Apabila para ahli fiqh dari berbagai madzhab duduk bersamanya, mereka masing-masing memperoleh pengetahuan tentang madzhab-madzhab lainnya hal-hal yang tidak mereka ketahui sebelumnya. Apabila ia mengupas suatu ilmu, baik ilmu agama maupun umum ia selalu mengungguli ahlinya.

Ibnu Taimiyah menguasai dan hafal hampir semua hadits-hadits Nabi SAW dan ucapan para sahabatnya. Kalau bicara tafsir ia adalah pakarnya. Kalau bicara fih maka di tanganyalah persoalan fiqh apa saja terjawab. Jika bicara hadits, dialah pemilik keilmuan maupun periwayatannya. Dan kalau dia memberikan kuliah ilmu perbandingan agama, maka tidak seorang pun yang dapat menguasai secara luas seperti dia.

 

 

 

Al-Zahabi dalam Tarikh Al-Kabir menuturkan : “Setelah bersama-sama Ibnu Taimiyah, Ibnu Daqiq Id diminta komentarnya mengenainya. Ia mengatakan : “Aku melihat semua ilmu seakan-akan berada dihadap kedua matanya. Ia dapat mengemukakan apa saja atau tidak menyebutkan apa saja”.

 

4.      Karya-Karya Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Penulis kitab Fawat Al-Wafayat menyebutkan bahwa karangan Ibnu Taimiyah mencapai 300 jilid. Antara lain :

a.       Iqtifa Al-Sirat Al-Mustaqim wa Mukhlafah As Hab Al-Jahim.

b.      Fatawa Ibnu Taimiyah

c.       Al-Sarim Al-Maslul ala Syatim Al-Rasul

d.      Al-Sarim Al-Maslul fi Bayan Wajibat Al-Sahih li Man Baddala Din Al-Masih.

e.       Al-Jawami fi Al-Syiyasah Al-Alihiyah wa Al-Ayat Al-Nabawiayah

f.       Al-Siyasah Al-Syar’iyah Filslah Al-Ra’i wa Al-RA’iyah ( teori politik Islam )

g.      Rasa’il Syekh Al-Islam Taqiy Al-Din bin Taimiyah

h.      Minhaj Al-Sunnah Al Nabawiyah fi Naqd Kalam Al-Syi’ah wa Qadariyah

i.        Fas Al-Maqal fima baina Al-Hikmah wa al Syari’a min Al-Ittisal

j.        Al-Faqani Baina Awliya Al-Rahman wa Awliya Al-Syaitan

Dan sejumlah buku lain dalam bidang Ushul Fiqh yang banyak mengkritik para ahli fiqh.

Buku ini ditulis dalam dua jilid. Buku-buku lain yang juga berisi kritik-kritik tajam, disamping pujian-pujian, terhadap pendapat-pendapat dan tingkah laku yang bertentangan atau yang tidak sejalan dengan Al-Qur'an dan hadits (satu jilid), tentang dasar-dasar hukum, tentang ijma’, Jawab fi Ijma’ wa Al-Khabar Al-Mutawatir, buku tentang metode pengambilan keputusan hukum berdasarkan Nas dan Ijma’.

Sanggahan terhadap mereka yang berpendapat bahwa Dilalah Faziyah (wacana bahasa) tidak memberikan pengetahuan yang menyakinkan serta sejumlah buku lainnya yang memperlihatkan kedalaman dan keluasannya dalam berbagai disiplin ilmu baik rasional maupun tradisoinal.

5.      Wafatnya Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Ibnu Taimiyah adalah tokoh besar madzhab Hambali. Begitu ayahnya meninggal, ia menggantikan kedudukannya baik sebagai pendidik maupun Mufti. Pada usia 21 tahun, namanya semakin populer di berbagai wilayah dunia Islam. Permintaan-permintaan untuk fatwa datang dari berbagai penjuru.

Ibnu Taimiyah adalah tokoh puncak dalam dunia keilmuan, amaliyah, kezuhudan, keberanian, kemuliaan, kerendahan hati, kesabaran, kewibawaan, keagungan, keikhlasan dan keteguhannya dalam mempedomani hadits-hadits Nabi SAW.

Ibnu Taimiyah dianggap bagai pedang yang terhunus di hadapan para penentang agama dan menggetarkan nyali para ahli bid’ah.

Taqi Al-Din Bin Taimiyah meninggal dunia di Damaskus tahun 728 H dan dikebumikan di pemakanan kaum sufi.

 

6.      Setting Sosial Politik Taqi Al-Din Bin Taimiyah

Pada masa Taqi Al-Din Bin Taimiyah, dinasti Mamalik Bahriyah menguasai urusan-uruan di wilayah-wilayah kekuasaan Mesir. Tetapi pada tahun 784 H dinasti ini hancur, kemudian digantikan oleh Dinasti Mamalik Barjiyah atau Syarakisyah.

Kemudian pada pertengahan abad VIII H, Mesir dilanda berbagai gejolak politik dan pertikaian yang menewaskan banyak orang. Wilayah-wilayah Islam yang lain di Timur, Maroko dan Andalus keadaannya tidak lebih baik dari Mesir. Pasukan Tartar berambisi untuk menguasai kekayaan Mesir.

Mereka tersu mencari kesempatan untuk itu dengan berbagai cara dan upaya. Perang akhirnya tak dapat dihindari meletus antara mereka dan kaum muslimin. Kaum muslimin kehilangan tanah surganya, yaitu Andalus. Mereka terpaksa meminta bantuan kepada para raja di Maroko.

Bantuan diberikan mereka secara terus-menerus. Bantuan terakhir diberikan tahun 740 H. ketika itu Abu Al-hasan Al-Murayyini mengirim pasukan tentara dalam jumlah yang cukup besar ke Tarif. Tetapi ditempat ini telah bergabung pasukan darat raja Qasyatalah dan pasukan darat Portugal. Mereka kemudian menampung pasukan kaum muslimin.

Pada pertempuran ini kaum muslimin menderita kekalahan yang cukup besar. Kekahalan ini menimbulkan konflik di Maroko. Pemberontakan dalam negeri terjadi. Fitnah juga terjadi antara raja-raja Maroko dengan Bani Hafs, raja-raja di Tunis.

Dalam kekacauan ini banyak ulama Islam yang diintimidasi yang menyebabkan mereka mengungsi keluar. Tuduhan diarahkan kepada para ulama, beberapa buku yang dikemukakan diatas dapat menggambarkan warna dominan dari pemikiran dan karya-karya yang muncul pada abad VII H.