ADOPSI
DAN STATUS HUKUM ANAKNYA
PENDAHULUAN
Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi
dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi,
dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai.
Pada umumnya manusia tidak akan puas dengan apa yang
dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan tersebut.
Dalam hal pemilikan anak, usaha yang pernah mereka lakukan adalah mengangkat
anak atau “adopsi”.
Dalam makalah ini akan membahas tentang pengangkatan
anak atau adopsi dan status hukum anaknya
PEMBAHASAN
ADOPSI DAN STATUS HUKUM
ANAKNYA
- Pengertian
Secara etimologi, Adopsi berasal dari
kata “adoptie” bahasa Belanda atau “adopt”(adoption) bahasa Inggris, yang
berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut “tabanni”
yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “ mengambil anak angkat”
sedang dalam Kamus Munjid diartikan “ittikhadzahu
ibnan” , yaitu “ menjadikannya sebagai anak.[1]
Menurut istilah di kalangan agama dan
adat di masyarakat, adopsi mempunyai dua pengertian, yaitu:
1.
Mengambil anak orang lain untuk
diasuh dan dididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, dan diperlakukan
oleh orang tua angkatnya seperti anak sendiri, tanpa memberi status anak
kandung kepadanya;
2.
Mengambil anak orang lain untuk
diberi status sebagai anak kandung sehingga ia berhak memakai nasab orang tua
angkatnya dan mewarisi harta peninggalannya, dan hak-hak lainnya sebagai
hubungan anak dan orang tua.[2]
Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 4-5,sebagai berikut:
$¨B Ÿ@yèy_ ª!$# 9@ã_tÏ9 `ÏiB Éú÷üt7ù=s% ’Îû ¾ÏmÏùöqy_ 4 $tBur Ÿ@yèy_ ãNä3y_ºurø—r& ‘Ï«¯»©9$# tbrãÎg»sàè? £`åk÷]ÏB ö/ä3ÏG»yg¨Bé& 4 $tBur Ÿ@yèy_ öNä.uä!$uŠÏã÷Šr& öNä.uä!$oYö/r& 4 öNä3Ï9ºsŒ Nä3ä9öqs% öNä3Ïdºuqøùr'Î/ ( ª!$#ur ãAqà)tƒ ¨,ysø9$# uqèdur “ωôgtƒ Ÿ@‹Î6¡¡9$# ÇÍÈ öNèdqãã÷Š$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd äÝ|¡ø%r& y‰ZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù ’Îû ÈûïÏe$!$# öNä3‹Ï9ºuqtBur 4 }§øŠs9ur öNà6ø‹n=tæ Óy$uZã_ !$yJ‹Ïù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy‰£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4 tb%Ÿ2ur ª!$# #Y‘qàÿxî $¸JŠÏm§‘ ÇÎÈ
“ …dan Dia tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu(sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu di mulut saja, dan Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menunjukkan jalan yang benar.(4). Panggillah mereka(anak-anak angkat
itu ) memakai nama bapak-bapak mereka;
itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui
bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka)sebagai saudara-saudaramu seagama
dan maula-maulamu, Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf
padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(5).
Surat Al-Ahzab ayat 4-5 tersebut
dalam garis besarnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
Allah tidak menjadikan dua hati
dalam dada manusia;
b.
Anak angkatmu bukanlah anak
kandungmu;
c.
Panggillah anak angkatmu
menurut nama bapaknya.
Dari ketentuan di atas sudah jelas,
bahwa yang dilarang adalah pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala
hal.
Agama Islam mendorong seorang muslim
untuk memelihara anak orang lain yang tidak mampu, miskin, terlantar, dan
lain-lain. Tetapi tidak dibolehkan memutuskan hubungan dan hak-hak itu dengan
orang tua kandungnya. Pemeliharaan itu harus didasarkan atas penyantunan
semata-mata, sesuai dengan anjuran Allah. Tidak boleh karena ada udang dibalik
batu dan hal-hal lain yang mengikat.[3]
Menurut hukum Islam pengangkatan anak
hanya dapat dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
-
tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga;
-
anak angkat tidak berkedudukan
sebagai pewaris dari orang tua angkat, melainkan tetap sebagai pewaris dari
orang tua kandungnya, demikian juga orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai
pewaris dari anak angkatnya;
-
anak angkat tidak boleh
mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali sekadar sebagai
tanda pengenal/alamat;
-
orang tua angkat tidak dapat
bertindak sebagai wali dalam perkawinan terhadap anak angkatnya.
Dari ketentuan tersebut di atas dapat
diketahui bahwa prinsip pengangkatan anak menurut hukum Islam adalah bersifat
pengasuhan anak dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau
menderita dalam pertumbuhan dan perkembangannya.[4]
Hubungan yang sangat akrab antara
anak angkat dan orang tua angkat merupakan suatu kesatuan keluarga yang utuh
yang diikat oleh rasa kasih sayang yang murni, dan memperhatikan pula penabdian
dan jasa anak angkat terhadap rumah tangga orang tua angkat termasuk kehidupan
ekonominya, maka sesuai dengan asas keadilan yang dijunjung tinggi oleh Islam ,
secara moral orang tua angkat dituntut memberi hibah atau wasiat sebagian
hartanya untuk kesejahteraan anak angkatnya. Dan apabila orang tua angkat waktu
masih hidup lalai memberi hibah atau wasiat kepada anak angkat, maka seyogyanya
ahli waris orang tua angkatnya bersedia memberi hibah yang pantas dari harta
peninggalan orang tua angkat yang sesuai dengan pengabdian dan jasa anak
angkat.
Demikian pula hendaknya anak angkat
yang telah mampu mandiri dan sejahtera hidupnya, bersikap etis dan manusiawi
terhadap orang tua angkatnya dengan memberi hibah atau wasiat untuk
kesejahteraan orang tua angkatnya yang telah berjasa membesarkan dan
mendidiknya.
Sikap orang tua angkat atau ahli
warisnya dan sebaliknya dengan pendekatan hibah atau wasiat, selain sesuai
dengan asas keadilan Islam juga untuk menghindari konflik antara orang tua
angkat/ ahli warisnya dan anak angkat ahli warisnya, apalagi kalau mereka yang
bersangkutan menurut pembagian harta warisan menurut hukum adat yang belum
tentu mencerminkan rasa keadilan menurut pandangan Islam.[5]
KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa, adopsi adalah pengangkatan anak atau menjadikannya sebagai
anak.
Pengangkatan anak tidak menyebabkan
putusnya hubungan darah antara anak angkat dengan orang tuanya dan keluarga
orang tua yang bersangkutan.
Hubungan keharta-bendaan antara anak
yang di angkat dengan orang tua yang mengangkat di anjurkan untuk dalam
hubungan hibah dan wasiat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Zaini, Muderis.1995.Adopsi “ Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem
Hukum”.Jakarta : Sinar Grafika.
-
Zuhdi, Masjfuk.1997. Masail Fiqhiyah. Jakarta : Toko Gunung Agung.