MAKALAH
PERGESERAN WAKTU DALAM IBADAH
PUASA
BAB I :
PENDAHULUAN
IDENTIFIKASI
v DEFINISI
Puasa adalah menahan atau
mencegah(dalam bahasa Arab disebut dengan : shaum atau shiyam)
Artinya dalam agama islam :
Puasa adalah menahan diri dari makan dan minum dan dari
segala apa yang membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari dengan syarat yang tertentu.[1]
Puasa adalah salah satu bentuk ibadah
dalam islam yang berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan
ibadah tersbut pada siang hari (mulai dari terbit fajar hinga terbenamnya
matahari).[2]
Sedangkan menurut ahli fiqih/ushul
fiqh, yaitu menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut, serta faraj
(kemaluan) dan dari segala sesuatu yang masuk kedalam kerongkongan, baik berupa
makanan, minuman, maupun semacamnya pada waktu tertentu mulai dari terbit fajar
shadiq hingga terbenam matahari yang dilakukan oleh muslim berakal, tidak haid
dan tidak pula nifas dengan melakukan secara yakin.[3]
BAB
11 :
PEMBAHASAN
v MACAM-MACAM PUASA
Dilihat dari waktu pelaksanaannya, puasa terbagi menjadi
dua macam :
- Puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan
- Puasa yang dilaksanakan diluar bulan Ramadhan
Dilihat dari hukumnya, maka puasa dibagi menjadi empat
macam yaitu :
- Puasa wajib
Puasa ini mencakup puasa bulan Ramadhan, puasa kafarat,
dan puasa nadzar.
- Puasa haram
Puasa haram mencakup puasa-puasa sebagai berikut :
-
Puasa sunnah yang dilakukan
istri tanpa izin suaminya
-
Puasa sunnah yang dilakukan
pada hari raya idul fitri dan idul adha
-
Puasa pada tiga hari tasyrik
(11, 12, 13, Dzulhijjah)
-
Puasa yang dilakukan oleh
seseorang yang takut mendatangkan mudhorot bagi dirinya apabila ia melakukan
puasa
-
Puasa yang dilakukan dalam
keadaan had atau nifas
- Puasa sunnah
Puasa ini mencakup puasa-puasa sebagai berikut :
-
Puasa yang dilakukan selang
satu hai (puasa nabi daud), puasa ini lebih utama dari puasa-puasa sunnah
lainnya.
-
Puasa selama tiga hari dalam
setiap bulan hijriyah.
-
Puasa pada hari senin dan
kamis.
-
Puasa yang dilakukan pada enam
hari pada bulan syawwal secara beturut-turut.
-
Puasa hari Arafah (9
Dzulhijjah) bagi orang yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.
-
Puasa pada hari kedelapan bulan
Dzulhijjah sebelum hari arafah.
- Puasa makruh
-
Puasa makruh yang dilakukan
pada hari jumat kecuali beberapa hari telah berpuasa.
-
Puasa wishal yaitu puasa yang
dilakukan secara bersambung antara makan dan minum pada malam harinya..
v SYARAT-SYARAT PUASA
Syarat wajib puasa antara lain :
- Islam
- Baligh
- Berakal
- Mampu
- Menetap (bermukim)
v ORANG-ORANG YANG
DIPERBOLENKAN BERPUASA DAN TIDAK BOLEH PUASA
a. Musafir (orang yang sedang
bepergian), bepergian yang membolehkan seseorang berbuka puasa adalah bepergian
yang cukup jauh yang membolehkan seseorang mengqoshor shalat dengan syarat
musafir tersebut harus memenuhi syarat-syarat muafir.
b. Orang sakit dengan syarat apabila
ia menjalankan puasa maka akan bertambah parah sakitnya.
c.
Ibu hamil dan menyusui.
d. Orang yang
lanjut usia.
v PUASA BAGI MUSAFIR
Menurut empat Imam Madzhab sepakat bahwa orang yang sedang bepergian dan penderita
sakit yang tidak bisa disembuhkan boleh tidak puasa. Tetapi jika mereka tetap
berpuasa maka puasanya sah. Sementara itu, jika mereka berpuasa, padahal puasa
itu membahayakan diri mereka sendiri maka hukumnya makruh.
Sebagian ulama ahli zahir mengatakan tidak sah puasa
dalam safar
Al Awza’i berpendapat : tidak berpuasa bagi orang yang sedang bepergian
adalah lebih utama secara mutlak.
Menurut tiga imam
madzhab : Barangsiapa yang berpuasa pada pagi hari,
lalu ia melakukan perjalanan, maka ia tidak boleh membatalkan puasanya. Hanbali : ia boleh membatalkan puasanya
, inilah pendapat al muzai.
Apabila musafir yang tidak berpuasa telah tiba di tempat
tujuannya,orang sakit suah sembuh, anak-anak sudah baligh, orang kafir masuk
islam, atau wanita haid sudah suci pada pertengahan siang, maka wajib bagi
mereka imsak (yaitu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa pada sisa
hari itu. Demikian menurut Hanafi
dan Hanbali. Maliki berpendapat :
disukai imsak. Ini juga pendapat paling shohih dari Syafi’i.
Apabila orang murtad kembali masuk islam maka wajib
baginya mengqodho puasa yang ditinggalkannya ketika murtad. Demikian menurut
pendapat tiga imam madzhab. Hanafi
berpendapat : tidak wajib mengqodhonya.
Nah kemudian mengenai masalah musafir ini, ada sebuah
kutipan dari pengalaman unik puasa dan sholat di Rusia oleh Syaripudin Zuhri :
"Alhamdulilahirrobil
alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Allah yang telah
menciptakan alam ini demikian ajaibnya , sehingga terpesona dibuatnya. Salah
satu keunikan dan keajaiban ciptaaNya adalah di ciptakannya Bumi yang bulat,
bumi yang berotasi pada dirinya sambil berputar bersama-sama planet yang
lainnya mengelilingi matahari.
Berotasinya
bumi ini menyebabkan terjadinya siang dan malam, nah siang dan malam yang bagi
kita di Indonesia sepertinya kejadian yang biasa saja, tak ada yang aneh, tak
ada yang unik, biasa-biasa saja karena waktu siang dan malamnya relative sama,
12 jam. Baik di musim panas maupun di musim hujan, begitu juga waktu sholat
relative sama, waktu dzuhur, asyar, magrib, isya dan subuh relative sama, baik
di musim hujan maupun di musim panas. Dengan demikian kita di Indonesia , apa lagi di musim panas,
sudah bisa mengira-ngira, kapan waktu dzuhur, asyar, magrib, isya atau subuh.
Tapi tak demikian hal jika kita berada di Rusia, khususnya di kota Moskow dan kota St Peterburgs.
Maka ketika
membaca buku: Tahajud siang hari, dzuhur malam hari, saya langsung teringat ke
kota Leningrad ( St Peterburgs sekarang) di mana pada tahun 2002 Saya , keluarga
dan teman2 berwisata ke sana untuk melihat “ malam putih “ ( White Nigth ),
“Bilii Nosii” kata orang Rusia. Jadi, tepat pada tengah malam tanggal 22/23
Juni 2002 kita semua berada pada suasana, yang unik yaitu : Malam dan Siang
tidak punya batas, di katakan siang kita ada di tengah malam, di katakan malam,
tapi warna jingga matahari masih berada di upuk barat, Padahal jam di tangan
sudah menunjukkan jam 00, 30 waktu setempat. Nah kalau di kaitan dengan waktu
sholat, antara sholat Isya dan subuh sangat dekat, hanya kurang lebih 2 Jam.
Waktu Isya jam 23.48 dan jam 02.15 sudah subuh ! Jadi kapan kita sholat tahajud
? Ya di tengah-tengah malam yang siang atau di tengah-tengah siang yang malam.
Bahkan kalau kita lebih ke utara lagi ke negara tetangga di utara Rusia, yaitu Finland .
Di bagian utara
Finland
pada saat yang sama, matahari tetap saja berada di kaki langit, tidak terbenam
tapi juga tidak beranjak dari kaki langit, ya suasana tetap saja siang padahal
ada di tengah malam. Matahari ada di tengah malam ! Lalu kapan sholat isya,
sholat tahajud dan sholat subuh ? karena tiga waktu tersebut menyatu dalam satu
waktu . Nah di sinilah ijtihad para ulama diperlukan. Karena kalau waktu sholat
hanya berdasarkan peredaran matahari, maka pada saat puncak musim panas di Leningrad atau
negara-negara yang ada di ujung kutub utara , tiga waktu sholat yaitu, isya,
tahajud dan subuh akan di lakukan bersamaan. Ini akan sesuai dengan judul buku
Agus Mostopa : Tahajud siang hari, dzuhur malam hari. Penerbit Padma Press.
Hal yang di
jelaskan diatas berhubungan dengan sholat, lalu bagaimana dengan puasa di Musim
panas dan pada saat puncak musim panas ? Apakah tetap mengikuti peredaran
matahari di musim panas, di mana subuh jam 02.25, berarti imsyaknya lebih
kurang dari itu, yaitu jam 02.05 dan magrib kurang lebih jam 22.20, jadi kalau
di lakukan puasa memakan waktu sangat panjang, kurang lebih 20 jam ! Ini di
Moskow, di utara Moskow lebih panjang lagi, lebih ke utara menjelang kutub
utara dan di kutub utara sendiri, boleh di katakan 24 jam hanya matahari, hanya
ada siang, tak ada malam, jadi apakah puasa sepanjang itu ? Lagi-lagi ijtihad
para ulama diperlukan.
Dan sebaliknya
bila puasa di musim dingin dan puncak musim dingin, waktu puasa sangat pendek.
Imsyak kurang lebih jam 07.00 dan jam 15.30 sudah magrib itu di Moskow, di
utara lebih pendek lagi, lebih ke utara lebih pendek lagi dst. Kalau musim
dingin dan puncaknya musim dingin maka di dekat kutub atau di kutub utara itu
yang ada hanya malam saja, tak ada siang, tak ada matahari, apakah kewajiban
puasa menjadi hilang ? Karena kan
matahari tak akan muncul sepanjang waktu tersebut.
Mengenai dzuhur
di siang haripun, masih masuk di akal, karena bumi yang bulat ini, dan ini
lagi-lagi kebesaran Tuhan, karena Dia berfirman : “Tidak Ku ciptakan jin dan
manusia, kecuali untuk beribadah kepadaku.” Jadi sebenarnya dalam setiap waktu
diasaat bumi terus berputar pada saat itupula Allah swt di sembah. Karena bumi
bulat, otomatis waktu sholatpun di tiap negara akan berbeda waktunya, pada saat
yang bersamaan di satu negara ada yang sedang sholat tahajud di malam hari,
tapi di negara lain pada saat yang sama sedang sholat dzuhur di siang hari.
Dan kalau di
tarik garis lurus orang yang sedang tahajud di malam hari di satu negara,
sebenarnya sedang tahajud di siang hari di waktu yang bersamaan di negara
lainnya, seperti orang yang sedang sholat tahajud di Indonesia pada tengah
malam, kalau di tarik garis lurus menembus bumi maka pada saat itu sebenarnya
sedang siang hari, atau sedang dzuhur di Amerika bagian Timur. Begitu juga
sebaliknya, pada saat orang Amarika sholat dzuhur di siang hari kalau di tarik
garis lurus menembus bumi, pada saat yang bersamaan sebenarnya lagi waktu
tengah malam, waktunya sholat tahjud.
Untuk puasa di
Moskow dan negara-negara di Eropa, Libya dan Libanon bulan ramadhan 1430
Hijriah di mulai hari Jum’at 21 Agustus 2009, jadi sudah terawih sejak malam
Jum’at, beda dengan aliran Nasyabandiayh yang mulai puasa tgl 20 Agustus dan di
Indonesia mulai tanggal 22 Agustus 2009. Untuk ramdahan tahun ini di Moskow
puasa masih di akhir musim panas menuju awal musim gugur. Sahur sekitar jam 04
pagi dan buka sekitar jam 21 waktu setempat, jadi rata-rata sekitar 15 Jam. Dan
tahun-tahun mendatang puasa di Moskow dan Rusia pada umumnya akan lebih panjang
lagi waktu puasanya.”[4]
Itulah sedikit
kutipan pengalaman yang dapat kita ambil hikmahnya, dalam pemaparan makalh kami
ini adalah mencari kemudahan dalam melaksanakan ibadah, namun tidak berarti
bahwa dalam pemaparan makalah kami selalu menganjurkan orang untuk dengan
sengaja memilih pendapat yang lebih memudahkan saja, seraya meninggalkan
pendapat yang lebih memberatkan, akan tetapi hal ini berkaitan dengan situasi
dan kondisi masing-masing individu. Disamping itu, kami tidak menganjurkan
orang untuk selalu menggunakan fatwa-fatwa yang sangat meringankan itu sebagai
kebiasaan yang terus menerus, teteapi hanya apabila diperlukan saja.
Sebagaimana disebutkan oleh Asy sya’rani
“ Dalam setiap
perintah dan larangan, ketentuan syariat islam selalu berada diantara dua
tingkatan : yang memberatkan dan yang meringankan. Begitu pula pada setiap
mukallaf (orang yang berlaku padanya perintah dan larangan syariat) disetiap
tempat berlaku dan zaman, pasti tidak keluar dari dua kategori yang kuat dan
yang lemah, ditinjau dari segi keimanan maupun fisiknya. Barangsiapa yang kuat
(iman/fisiknya) maka ia dianjurakan memilih ketentuan yang lebih berat dan
berpegang pada yang bersifat ‘azimah (yaknin : yang memerlukan usaha dan tekad
yang kuat). Dan barangsiapa termasuk yang lemah (iman/fisiknya) maka ia boleh
memilih ketentuan yang meringankan, dan berpegang pada yang bersifat rukhshoh
(keringanan yang diizinkan karena alasan-alasan tertentu). Dalam hal ini,
kedua-duanya tetap berada diatas jalan kebenaran dari Tuhannya. Siapa saja
tergolong kuat, seyogyanya tidak turun ketingkat rukhshoh, sedangkan yang lemah
tidak perlu dipaksa naik ketingkat ‘azimah.[5]
Namun kebebasan menetukan pilihan
secara pribadi seperti ini, tentunya hanya boleh dilakukan yang berkaitan dengan
ibadah yang bersifat ritual murni seperti sholat, puasa, haji dan sebagainya.
Dalam hal inikami berpegang teguh pad sebuah riwayat dari Aisyah r.a yang
menyatakan bahwa setiap kali Rosulullah SAW menghadapi dua pilihan, niscaya
beliau memilih yang paling mudah atau yang paling ringan diantara keduanya,
selama tidak mengandung dosa. Tetapi jika hal itu mengandung dosa, maka beliau
menjauh darinya sejauh-jauhnya. (HR. Muslim).
Demikian pula Sufyan Ats Tsauriy,
seorang tokoh terkemuka di bidang fiqh dan tasawuf pernah menyatakan : “ ilmu
yang sejati adalah dalam hal keringananyang di fatwakan oleh tsiqoh(orang yang
kompeten dan patut dipercayai). Adapun sikap yang senantiasa memberatkan, dapat
saja dilakukan setia orang.”[6]
PENUTUP
Kesimpulan :
Pelaksanaan ibadah dalam
lingkungan dan alam yang berubah (puasa) sangat menarik untuk kita kaji lebih
mnedetail, dari uraian makalah kami ini dapat disimpulkan bahwasanya seseorang
yang dalam rangka menempuh sebuah pejalanan, orang tadi dikatakan sebagai
musafir. Maka musafir tadi harus tahu dirinya sendiri seberapa kuatkah Ia dapat
menempuh perjalanan yang ia harus lakukan, dengan demikian hal-hal yang
berkenaan dengan ‘azimah dan rukhshoh musafir yang bersangkutan harus menentukan
kadar dirinya sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas, Alawi, Al Maliki dan Hasan
Sulaiman An Nuri, Penjelasan Hukum-hukum Syari’at Islam, Ibaanatul Akhkam.
Asy Sya’rani (Abu’l Mawahib bin
Ahmad Al Anshariy Asy Syafi’I, seorang tokoh abad kesepuluh hijri), dalam
Al Mizan AL Kubra 1/3.
Bagir, Muhammad, Al Habsyi, Fiqih
Praktis, (Bandung : Al Mizan, 1999)
Ensiklopedi Islam, jilid 4
http://www.eramuslim.com/berita/ramadhan-mancanegara/uniknya-puasa-dan-sholat-di-moskow-rusia.h
Zarkasyi, Imam, KH ,
MA , Fiqih 2, (Trimurti Press,
1415 H)
[1] KH. Imam Zarkasyi ,
MA , Fiqih 2, (Trimurti Press,
1415 H), h. 18
[2] Ensiklopedi Islam, jilid 4, h. 112
[3] Alawi Abbas Al Maliki dan Hasan Sulaiman An Nuri, Penjelasan
Hukum-hukum Syari’at Islam, Ibaanatul Akhkam, h. 1082
[4]http://www.eramuslim.com/berita/ramadhan-mancanegara/uniknya-puasa-dan-sholat-di-moskow-rusia.h
[5] Asy Sya’rani (Abu’l Mawahib bin Ahmad Al Anshariy Asy Syafi’I, seorang tokoh abad kesepuluh hijri)
dalam Al Mizan AL Kubra 1/3.
[6] Muhammad Bagir Al Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung : Al Mizan,
1999), h. 38