PERSPEKTIF FILSAFAF PENDIDIKAN TENTANG MANUSIA DAN
POTENSI PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Tuhan menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dikarunia akal, pikiran,
cipta, rasa dan karsa. Dari berbagai kelebihan yang dimiliki oleh manusia
inilah, maka manusia menjadi raja di raja di muka bumi ini. Alam ini diciptakan
untuk manusia, maka segala sesuatu yang ada disekitar manusia menjadi objek
kajian manusia mulai dari lingkungan alam, hewan dan sebagainya.
Manusia ternyata
tidak cukup hanya mengkaji alam sekitarnya, ia selanjutnya berfilsafat tentang
Tuhan dan bidang – bidang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lain – lain.
II. PERMASALAHAN
Begitu menarikny
membicarakan tentang manusia dengan potensi pendidikannya dalam pandangan
filsafat pendidikan, maka disini akan dibahas tentang hakikat manusia, manusia
dan filsafat, dan berbagai pandangan tentang proses kependidikan serta hakikat
fungsi manusia dalam proses pendidikan.
III. PEMBAHASAN MASALAH
a. Hakikat Manusia
Pemikiran tentang
hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini belum
pernah berakhir dan tak akan pernah berakhir. Memikirkan dan membicarakan
tentang hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti – hentinya
berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan mendasar mengenai
manusia, yaitu apa, darimana dan kemana manusia itu.
Pembicaraan
mengenai apa manusia itu melahirkan adanya empat aliran, yaitu:
1. Aliran Serba Zat
Aliran ini dapat disebut juga aliran
materialisme. Menurut aliran ini bahwa sungguh – sungguh ada itu adalah zat
atau materi. Zat atau materi, dan manusia itu adalah unsur dari alam. Oleh
sebab itu hakikat manusia adalah zat atau materi. Karena materi berada di
dunia, maka pandangan materialisme cenderung identik dengan sifat duniawi tidak
percaya pada sifat rohani.
Dalam kaitannya dengan pendidikan,
aliran ini memandang manusia adalah sebagai makhluk reaksi yang pola reaksinya
dapat disimpulkan sebagai satu stimulus respon. Implikasi dari teori ini dalam
pendidikan, manusia hanya butuh pengalaman, latihan dan tidak mengakui adanya
potensi – potensi kreativitas dan inisiatif.
2. Airan Serba Ruh
Aliran ini disebut juga dengan aliran
idealisme. Menurut aliran ini bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia
ini adalah ruh. Juga hakikat manusia adalah ruh. Adapun zat itu adalah manifestasi dari ruh di
atas dunia ini. Aliran ini menganggap bahwa ruh itu adalah hakikat manusia,
sedang badan hanyalah bayangan saja. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati
ruang, sehingga tidak dapat disentuh dan dilihat oleh pancaindra, sedangkan
materi adalah penjelmaan ruh.
Dasar aliran ini adalah bahwa ruh itu
lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada badan atau materi. Sebagai
contoh seseorang yang meninggal artinya ia tanpa ruh akan dikatakan “Dia telah
pergi, dia sudah tidak ada, dan lain sebagainya”. Hubungan dengan aliran ini
maka pendidikan harus dilaksanakan berdasarkan kodrat kebutuhan rohaniah,
terutama untuk membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit.
3. Aliran Dualisme
Aliran ini mencoba mengawinkan kedua
aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap manusia itu pada hakikatnya
terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Kedua substansi
ini masing – masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung pada yang
lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari
badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang
keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia. Antara badan dan ruh
terjalin hubungan yang yang bersifat kausal, sebab akibat.
4. Aliran Eksistensialisme
Pembicaraan tentang hakikat manusia
ternyata terus berkembang dan tak kunjung berakhir. Orang belum merasa puas dengan
pandangan – pandangan di atas, baik dari aliran serba zat, serba ruh maupun
aliran dualisme. Ahli – ahli filsafat modern dengan tekun berpikir lebih lanjut
tentang hakikat manusia mana yang merupakan eksistensi atau wujud
sesungguhnyadari manusia itu. Mereka yang memikirkan manusia dari segi
eksistensinya atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut dengan aliran
eksistensialisme.[1]
b. Manusia dan filsafat
Karena manusia itu
memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi
dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah – ubah dan penuh dengan
peristiwa – peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang – kadang dia tidak
kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun,
termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya.
Untuk memberikan
gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih
dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya,
filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berpikir secara
radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala sampai mencapai kebenaran
yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan – tahapan
pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir
secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah
terhadap dirinya sendiri.
Filsafat sebagai
suatu ikhtiar berpikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang
final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis
seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan
bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai
pengetahuan tentang hakikat dari segala yang nyata, tetapi filsafat sebenarnya
untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh daripada sekedar persepsi, yaitu
berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.[2]
c. Proses Kependidikan
Proses kependidikan
yang ada pada akhirnya diharapkan mampu membina kepribadian manusia, baik demi ultimate
goal maupun tujuan – tujuan yang terdekat. Tujuan akhir pendidikan adalah
kesempurnaan pribadi yang didasarkan pada asas self-realisasi, yakni
merealisasikan potensi – potensi yang sudah ada pada diri manusia baik berupa
potensi moral, keterampilan maupun perkembangan jasmani.[3]
IV. ANALISIS
Dari pembahasan di
atas, dapat diambil analisis yaitu manusia berperan penting dalam proses
perkembangan pengetahuan. Dengan kemampuan daya berpikir yang dimilikinya maka
akan menghasilkan suatu potensi – potensi yang ada dalam diri manusia sehingga
lahirlah manusia berkepribadian.
V. KESIMPULAN
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Manusia
lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi – potensi yang dimiliki oleh
manusia tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan produktif melalui proses
pendidikan. Selain itu, manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga
dipengaruhi oleh faktor – faktor hereditas dan lingkungan.
VI. PENUTUP
Demikian makalah manusia
dan filsafat pendidikan ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah manusia
dan filsafat pendidikan ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.
DAFTAR
PUSTAKA
Khobir, Abdul. 2007.
Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Prasetya, Tri.
2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
Syam, Mohammad
Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya:
Usaha Nasional