Tuesday, 6 October 2015

MAKALAH PERSPEKTIF FILSAFAF PENDIDIKAN TENTANG MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKAN


PERSPEKTIF FILSAFAF PENDIDIKAN TENTANG MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKAN



I.          PENDAHULUAN

Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dikarunia akal, pikiran, cipta, rasa dan karsa. Dari berbagai kelebihan yang dimiliki oleh manusia inilah, maka manusia menjadi raja di raja di muka bumi ini. Alam ini diciptakan untuk manusia, maka segala sesuatu yang ada disekitar manusia menjadi objek kajian manusia mulai dari lingkungan alam, hewan dan sebagainya.
Manusia ternyata tidak cukup hanya mengkaji alam sekitarnya, ia selanjutnya berfilsafat tentang Tuhan dan bidang – bidang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lain – lain.

II.       PERMASALAHAN
Begitu menarikny membicarakan tentang manusia dengan potensi pendidikannya dalam pandangan filsafat pendidikan, maka disini akan dibahas tentang hakikat manusia, manusia dan filsafat, dan berbagai pandangan tentang proses kependidikan serta hakikat fungsi manusia dalam proses pendidikan.

III.    PEMBAHASAN MASALAH
a.      Hakikat Manusia
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern sekarang ini belum pernah berakhir dan tak akan pernah berakhir. Memikirkan dan membicarakan tentang hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti – hentinya berusaha mencari jawaban yang memuaskan tentang pertanyaan mendasar mengenai manusia, yaitu apa, darimana dan kemana manusia itu.
Pembicaraan mengenai apa manusia itu melahirkan adanya empat aliran, yaitu:
1.     Aliran Serba Zat
Aliran ini dapat disebut juga aliran materialisme. Menurut aliran ini bahwa sungguh – sungguh ada itu adalah zat atau materi. Zat atau materi, dan manusia itu adalah unsur dari alam. Oleh sebab itu hakikat manusia adalah zat atau materi. Karena materi berada di dunia, maka pandangan materialisme cenderung identik dengan sifat duniawi tidak percaya pada sifat rohani.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, aliran ini memandang manusia adalah sebagai makhluk reaksi yang pola reaksinya dapat disimpulkan sebagai satu stimulus respon. Implikasi dari teori ini dalam pendidikan, manusia hanya butuh pengalaman, latihan dan tidak mengakui adanya potensi – potensi kreativitas dan inisiatif.
2.     Airan Serba Ruh
Aliran ini disebut juga dengan aliran idealisme. Menurut aliran ini bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat manusia adalah ruh.  Adapun zat itu adalah manifestasi dari ruh di atas dunia ini. Aliran ini menganggap bahwa ruh itu adalah hakikat manusia, sedang badan hanyalah bayangan saja. Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tidak dapat disentuh dan dilihat oleh pancaindra, sedangkan materi adalah penjelmaan ruh.
Dasar aliran ini adalah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada badan atau materi. Sebagai contoh seseorang yang meninggal artinya ia tanpa ruh akan dikatakan “Dia telah pergi, dia sudah tidak ada, dan lain sebagainya”. Hubungan dengan aliran ini maka pendidikan harus dilaksanakan berdasarkan kodrat kebutuhan rohaniah, terutama untuk membina rasio, perasaan, kemauan dan spirit.
3.     Aliran Dualisme
Aliran ini mencoba mengawinkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani, badan dan ruh. Kedua substansi ini masing – masing merupakan unsur asal yang adanya tidak tergantung pada yang lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal dari badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia. Antara badan dan ruh terjalin hubungan yang yang bersifat kausal, sebab akibat.
4.     Aliran Eksistensialisme
Pembicaraan tentang hakikat manusia ternyata terus berkembang dan tak kunjung berakhir. Orang belum merasa puas dengan pandangan – pandangan di atas, baik dari aliran serba zat, serba ruh maupun aliran dualisme. Ahli – ahli filsafat modern dengan tekun berpikir lebih lanjut tentang hakikat manusia mana yang merupakan eksistensi atau wujud sesungguhnyadari manusia itu. Mereka yang memikirkan manusia dari segi eksistensinya atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut dengan aliran eksistensialisme.[1]
b.      Manusia dan filsafat
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah – ubah dan penuh dengan peristiwa – peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang – kadang dia tidak kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi di sekitar dirinya.
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengertian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berpikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran melalui tahapan – tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.
Filsafat sebagai suatu ikhtiar berpikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai pengetahuan tentang hakikat dari segala yang nyata, tetapi filsafat sebenarnya untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh daripada sekedar persepsi, yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.[2]
c.       Proses Kependidikan
Proses kependidikan yang ada pada akhirnya diharapkan mampu membina kepribadian manusia, baik demi ultimate goal maupun tujuan – tujuan yang terdekat. Tujuan akhir pendidikan adalah kesempurnaan pribadi yang didasarkan pada asas self-realisasi, yakni merealisasikan potensi – potensi yang sudah ada pada diri manusia baik berupa potensi moral, keterampilan maupun perkembangan jasmani.[3]

IV.    ANALISIS
Dari pembahasan di atas, dapat diambil analisis yaitu manusia berperan penting dalam proses perkembangan pengetahuan. Dengan kemampuan daya berpikir yang dimilikinya maka akan menghasilkan suatu potensi – potensi yang ada dalam diri manusia sehingga lahirlah manusia berkepribadian.

V.       KESIMPULAN
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Manusia lahir dengan membawa potensi fitrah. Potensi – potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut dapat dikembangkan dengan baik dan produktif melalui proses pendidikan. Selain itu, manusia dalam pertumbuhan dan perkembangannya juga dipengaruhi oleh faktor – faktor hereditas dan lingkungan.


VI.    PENUTUP
Demikian makalah manusia dan filsafat pendidikan ini kami buat, semoga isi dalam kandungan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kekurangan dalam makalah manusia dan filsafat pendidikan ini, itu merupakan suatu kekhilafan dari kami.


DAFTAR PUSTAKA


Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press
Prasetya, Tri. 2000. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia
Syam, Mohammad Nor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional



[1] Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 81-83.
[2] Tri Prasetya, Filsafat Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hal. 156-157
[3] Mohammad Nor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsfat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hal. 179.