Ontologi bukanlah suatu hal yang sia-sia
melainkan dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Pendidikan terutama yang
berkaitan dengan cita-cita dan tujuan pendidikan, muatan kurikulum, dan metode
pengajaran sangat menekankan pentingnya pandangan filsafat pendidikan yang
sangat menyeluruh. Hal ini menunjukkan bahwa filsafat pendidikan sangat
bergantung pada kepercayaan, keyakinan atau pandangan hidup individu atau
masyarakat yang terlibat di dalamnya. Hal ini juga didukung oleh fakta yang
secara eksplisit maupun implisit mengatakan bahwa setiap ide, keputusan atau
tindakan-tindakan yang berkaitan dengan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
pandangan filsafat, agama ataupun sains mengenai hakikat manusia baik jasmaniah
maupun ruhaniah (Wan Mohd Nor Wan Daud, 2003: 78).
Impilikasi ontologi secara nyata dapat
dibuktikan di dunia pendidikan. Pada sebagian SMA, mata pelajaran yang berpokok
pangkal pada idea, seperti kesusastraan umpamanya, masih dianggap oleh sebagian
masyarakat mempunyai derajat lebih tinggi. Seluruh kurikulum berisi macam-macam
mata pelajaran yang telah diatur dan ditetapkan secara hierarki. Di SMA
terdapat pula mata pelajaran yang isinya mengandung idea dan
konsep-konsep. Pada tingkatan
universitas, pandangan kaum idealis ini lebih jelas lagi penerapannya.
Pengetahuan seni budaya adalah bidang studi yang mempersiapkan bahan pemikiran
dan kebebasan berpikir. Bidang studi yang dianggap penting adalah mata kuliah
yang bersifat teoritis, abstrak dan simbolis (Prasetya, 2000: 100).
Selain itu pandangan ontologi ini secara
praktis akan menjadi masalah utama pendidikan. Sebab anak bergaul dengan
lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengetahui sesuatu.
Anak-anak di sekolah atau masyarakat akan menghadapi realita, obyek pengalaman,
benda mati, sub human dan human.
Anak-anak harus dibimbing untuk memahami
realitas dunia yang nyata ini dan untuk membimbing pengertian anak-anak untuk
memahami sesuatu realita bukanlah semata-mata kewajiban sekolah atau
pendidikan. Kewajiban sekolah juga untuk membina kesabaran tentang kebenaran
yang berpangkal atas realita. Ini berarti realita itu sebagai tahap pertama,
sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran. Anak-anak secara sistematis wajib
dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran.[1]
Dengan pembinaan dan bimbingan tersebut,
dihrapkan anak-anak mampu mengerti perubahan-perubahan di dalam lingkungan
hidupnya baik tentang adat istiadat, tata sosial dan pola-pola masyarakat,
maupun tentang nilai-nilai moral dan hukum. Daya pikir yang kritis akan sangat
membantu pengertian tersebut. Kewajiban pendidik kaitannya dengan ontologis ini
ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis pada anak.
Implikasi pandangan ontologi terhadap
pendidikan adalah bawha dunia pengalaman manusia yang harus memperkaya
kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman
sehari-hari. Melainkan sebagai sesuatu yang tak terbatas realitas fisis,
spiritual, yang tetap dan berubah-ubah (Mohammad Noor Syam, 1988: 32)
Kurikulum merupakan inti dari
pendidikan. Dalam muatan kurikulum sangat menekankan pentingnya pandangan
filsafat pendidikan yangp menyeluruh. Jangkauan maupun isi kurikulum diambilkan
dari hal yang telah diketahui manusia dari nilai-nilai yang diperoleh dari alam
semesta.[2]