M A K A L A H
F i l s a f a t I s l a m
A l – R a z i
Disusun guna memenuhi
tugas
Mata
Kuliah : Filsafat Islam
Dosen
Pengampu : Miftahul
Ula
Disusun Oleh :
1. Agus Friamono 202 109 225
2. Eri Wahyuni 202 109 219
3. Minarsih 202
109 217
4. M Kamal 202 109 372
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2010
PENDAHULUAN
Berkat rahmat
Allah Swt, penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa disampaikan
salawat dan salam untuk Muhammad Rasulullah Saw.
Makalah ini
diambil dari beberapa referensi buku-buku filsafat Islam pada makalah ini
dibahas salah satu tokoh filsafat Islam dari Timur yaitu Abu bakar Ar-Razi yang
membahas tentang biografi karya-karya/karir intelektual dan pemikiran filsafat.
Telah kita
ketahui bahwa Al-Razi adalah filusuf yang berani dan ajarannya yang terkenal
tentang lima kekal, yatu Allah
Ta’ala, jiwa universal, materi pertama, ruang absolute da masa absolut.
Pemikiran filsafatnya tidak
sistematis dan tidak teratur, namun pada masanya ia dipandng sebagai pemikir
ulung yang tegas dan liberal di dalam Islam.
Ia seorang yang bertuhan dan mengakui
Tuhan Maha Bijak, tetapi ia tidak mengakui wahyu-Nya/ajaran-Nya. Tentang
keberaniannya dalam penggunaan akal sehingga ukuran untuk menilai baik dan
buruk, benar dan jahat, atau berguna dan tidak berguna.
Selebihnya akan dibahas pada pembahasan
makalah, untuk itu kritik dan saran kami harapkan dari Bapak Dosen dan
teman-teman guna melengkapi makalah ini.
PEMBAHASAN
A. Biografi Al-Razi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya al-Razi. Di
barat dikenal dengan Rhazes. Ia lahir di Ray dekat Teheran pada 1 Sya’ban 251 H
(865 M). Ia hidup pada pemerintahan Dinasti Saman (204 - 395 H). Pada masa
mudanya ia menjadi tukang intan, penukar uang, dan sebagai pemusik kecapi.
Pendek kata, Al-Razi adalah seorang yang ulet dalam bekerja dan belajar,
karenanya tak heran jika ia tampak menonjol dibandingkan denga rekan-rekan
samasanya, bahkan ia sangat tenar.
Pada masa Mansyur Ibn Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad sebagai gubernur Ray,
Al-Razi diserahi kepercayaan memimpin rumah sakit di Baghdad untuk menentukan
lokasi ia mementingkan kebersihan dengan melakukann menggantungkan daging yang
baru pada beberapa tempat yang dicadangkan sebagai tempat rumah sakit dan
memilih tempat yag daging menjadi busuk paling lambat.[1]
Dalam menjalankan profesi kedokteran, ia dikenal pemurah, sayang kepada
pasien-pasiennya, dermawan kepada orang-orang miskin dengan memberikan
pengobatan kepada mereka secara Cuma-Cuma. Hitti mengatakan bahwa Al-Razi
seorang dokter yang paling besar dan paling orisinal dari seluruh dokter
muslim, dan juga seorang penulis yang paling produktif.
Kemasyuran Al-Razi sebagai seorang dokter tidak saja di dunia Timur, tapi
juga di Barat, ia kadang-kadang dijuluki The Arabic Galen.
Dia meninggal dunia pada 5 Sya’ban 313 H (27 Oktober 925 M) setelah
menderita sakit katarak yang dia tolak untuk diobati dengan pertimbangan sudah
cukup banyak dunia yang pernah dilihatnya, dan tidak ingin melihatnya lagi.
Salah satu penyebab matanya katarak karena ia sangat rajin menulis dan membaca.[2]
B. Karir Intelektual Al-Razi
Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan enuli sehingga
tidak mengherankan ia banyak menhasilkan karya tulis.
Dalam autobiografinya pernah dikatakan bahwa ia telah menulis tidak kurang dari 200 buah karya tulisnya dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan. Karya Al-Raazi dimaksud adalah:
1. Kitab al-Asrar (bidang Kimia,
diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Geard of Cremon)
2. Al-Hawi (merupakan ensiklopedia kedokteran
sampai abad ke 16)
3. Al-Mansuri Liber al-Mansoris (bidang
kedokteran, 10 jilid)
4. Kitab al-Judar wa al Hasban (tentang
analisa penyakit cacar dan campak)
5. Al-Thibb al-Ruhani
6. Al-Sirah al-Falsafiyyah
7. Amarah al-Iqbal al-Dawlah
8. Kitab al-Ladzdzah
9. Kitab al-‘Ilm al-Illahi
10. Maqalah fima ba’d al-Thabi’yyah, dan
11. Al-Shukuk ‘ala proclus.[3]
C. Pemikiran filsafat
1. Logika
Al-Razi termasuk seorang rasionalis murni. Ia hanya mempercayai terhadap
kekuatan akal. Bahkan pemujaan Al-Razi terhadap akal tampak jelas pada halaman
pertama dari bukunya Al-Tibb. Ia mengatakan; “Tuhan segala puji bagi-Nya,
yang telah memberi kita akal agar
dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyaknya manfaat, inilah karunia
terbaik Tuhan kepada kita.”
Dengan akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan yang membuat
hidup kita baik dengan akal, kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh dan
yang tersembunyi dari kita, denga alat itu pula kita dapat memperoleh
pengtetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertingi yang dapat kita peroleh.
Jika akal sedemikia mulia dan penting, maka kita tidak boleh meremehkannya,
kita tidak boleh menentukannya sebab ia adalah penentu/tidak boleh
mengendalikan, sebab ia merupakan pengendali atau memerintah, sebab ia
pemerintah tetap kita harus kembali kepadanya dalam segala hal dan menentukan
segala masalah dengannya, kita harus sesuai perintahnya.[4]
2. Metafisika
Filsafat
Al-Razi dikenal dengan ajarannya “Lima Kekal”, yaitu:
a. Allah Ta’ala
Allah adalah Maha Pencipta dan Pengatur seluruh alam ini. Alam diciptakan
Allah bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telh ada. Karena itu, alam
semestinya tidak kekal, sekalipun materi pertama kekal, sebab penciptaan disini
dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.
b. Jiwa Universal
Jiwa universal merupakan al-mabda’ al-qadim alsany (sumber kekal yang
kedua). Pada benda-benda alam terdapat daya hidup dan gerak sulit diketahui
karena ia tanpa bentuk yang berasal dari jiwa universal yang juga bersifat
kekal. Tetapi karena ia dikuasai na;uri untuk bersatu dengan al-hayula al-ula
(materi pertama), maka terjadilah pada zatnya bentuk yang dapat menerima fisik.
Sedangkan materi pertama tanpa fsik, maka Tuhan datang menolong roh agar jiwa
itu dapat melampiaskan nafsu kejinya dengan mengambil bagian
kesenangan-kesenangannya materil untuk sementara waktu.
c. Materi pertama
Materi pertama menurut Al-Razi adalah substansi yang kekal yang terdiri
dari atom-atom itu tidak bisa menjadi suatu yang berbentuk. Bila dunia
dihancurkan, maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Materi itu
kekal karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan.
Materi ang padat sekali menjadi substansi bumi, yang lebih renggang daripada
unsur bumi menjadi unsur air, yag yang lebih renggang lagi udara, dan yang
terenggang api.
d. Ruang absolut
Ruang
menurut Al-Razi dibedakan menjadi dua macam: ruang partikular atau relatif, dan
ruang universal atau mutlak.
Yang pertama terbatas dalam terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya,
ia tidak akan ada tanpa adanya maujud, karenanya itu tidak bisa dipahami secara
terpisah dengan maujud. Ruang partikular ini akan terbatas dengan terbatasnya
maujud, berubah dan lenyap sesuai dengan keadaan maujud yang ada di dalamnya.
Sedangkan yang kedua, universal, tidak terikat dengan maujud dan tidak
terbatas. Ruang bagi Al-Razi, bisa saja berisi wujud / yang buka wujud, karena
adanya kehampaan bisa saja terjadi.
e. Masa Absolut
Adapun waktu, menurut Al-Razi adalah substansi yang mengalir (Jauhar Yasri)
dan bersifat kekal. Al-Razi membagi waktu kepada dua bagian, yaitu waktu mutlak
(al-dahr) dan waktu relatif (Al-Mahsur atau al-waqt). Al-Dahr adalah zaman yang
tidak memiliki awal dan akhir serta bersifat universal, terlepas sama seklai
dari ikatan alam semesta, dan gerakan falak. Kekekalan zaman itu merupakan
konsekwensi dari kekekalan materi. Karena materi mengalami perubahan, dan
perubahan menandakan zaman, maka kalau materi kekal, zaman mesti kekal pula.
Al-Mahsur/al-Waqt bersifat partikular dan tidak kekal, serta terbatas kare aia
terikat dengan gerakan falak, terbit dan tenggelamnya matahari. Oleh sebab,
jenis waktu ini dapat disifati oleh angka, atau tegasnya bisa diukur, seperti
satu hari, satu bulan satu tahun, dan seterusnya.[5]
D. Teologi Al-Razi
Meskipun Al-Razi seorang rasionalis murnia ia tetap bertuhan hanya ia tidak
mengakui wahyu dan kenabian. Berikut gaya dan pokok-pokok penolakan Al-Razi.
Bantahan Al-Razi terhadap kenabian dengan alasan:
1. Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan
antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan
tak berguna. Melalui akal manusia dapat mengetahui Tuhan dan mengatur kehidupan
kita sebaik-baiknya. Kemudian mengapa masih dibuthkan nabi?
2. Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang
untuk membimbing semua orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang
sama, perbedaannya bukanlah karena pembawaan alamah, tetapi karena pengembangan
dan pendidikan (eksperimen)
3.
Para nabi saling bertentangan. Apabila mereka
berbicara atas nama satu tuhan mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan? Setelah menolak
enabian kemudian Al-Razi mengkritik agama secara umum. Ia menjelaskan
kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi Kristen ataupun Majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan,
kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama,
upaacara-upacara, dan peribadatan yang mempengaruhi mereka yang sederhana dan
naif.[6]
PENUTUP
Dari makalah yang kami buat, dapat
disimpulkan bahwa Al-Razi yaitu seorang filsuf yang hidup pada masa pendewaan
akal secara berlebihan. Bahkan dalam sejarahnya dialah satu-satunya
pemikir rasional murni sangat mempercayai kekuatan akal, bebas dari segala
prasangka dan terlalu berani dalam mengemukakan gagasan-gagasan filosofnya.
Sehubungan
dengan penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya semua
agama, maka dipandang dari segi teologi Islam adalah belum muslim karena
keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen dalam pengertian tidak utuh.
Demikian
penyajian makalah tentang Abu Bakar Al-Razi. Dari hal yang sedikit ini semoga
dapat bermanfaat bagi kita. Kurang lebihnya kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Zar, Sirajuddin, Haji. 2004. Filsafat Islam:
Filosof dan Filsafatnya Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Mustofa, H.A. 1997. Filsafat Islam. Bandung:
CV. Pustaka Setia.
Nasution, Harun. 1999. Filsafat dan Mistisisme
dalam Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.
[2] Prof. Dr. H. Sirajudin Zar, M.A. Filsafat
Islam: Fiilosof dan Filsafatnya, (PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2004),
h. 116.
[3] Dr. Hasyimsyah Nasution, MA., Filsafat Islam, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999), h. 25.
[4] Drs. H. A. Mustofa, Filsafat Islam (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 1997), h. 118.